nay(uni)nilna

love reading, writing, n travelling | ordinary girl, who can fall in love | aspires to be a good wife and a good mom | IndonesiaLovers |
more.about.nilna.r.isna!

Mengenang Kenangan dengan Setengah Lusin Teman : #LokasiProstitusi

Setengah Lusin Ketujuh : Lokasi Prostitusi

Mohon maaf, edisi kali ini sedikit “beda”.

 

#1 Ian Kuswendy

“Dolly itu dimana?,” tanyaku penasaran. “Ndak boleh kesana,” jawabnya sekenanya. “Cuma tanya dimana, apa salahnya,”  aku melakukan pembelaan. “Ya, pokoknya, nggak perlu tahu itu dimana,” tegasnya membuang muka, aku memalingkan muka dari menatapnya. Baik aku dan dia kemudian diam tak bersuara lagi. “Surabaya itu, paling tinggi prostitusinya.” Tiba-tiba ia bersuara, membuatku kembali menatapnya. Ia menatap lurus, memandang lurus ke langit yang jauh. “Memangnya mau tinggal di Surabaya?,” tanyanya mengembalikan pandangan kepadaku. Aku buru-buru menghindari tatapannya. Kemudian bergegas beranjak dari situ.

#2 Aries Munandar

Entah angin apa yang membuat dini hari itu menguatkan fisikku untuk mencari tahu suasana malam Jakarta. Pukul 02.00 WIB, aku bersama Aries dan dua teman lainnya menyisiri malam Kota Tua Jakarta. Sepanjang jalan, menemukan pemandangan yang membuat hati teriris.

#3 Ali Ar Ridho

“Ini daerah Poncol, uni,” Ridho memperkenalkan. Aku tidak tahu apa itu Poncol. Tetapi kemudian, aku menemukan beberapa perempuan yang cantik-cantik duduk di atas motor matic berjarak per 5 meter. Mereka seperti menunggu (atau menjajakan) sesuatu. “Maaf, kita terpaksa harus lewat sini,” ujar Ridho santun kepadaku. “Nggak apa-apa biar tahu,” timpalku. “Eh tapi,” aku teringat sesuatu, “ini kan baru jam 7 malam do?,” tanyaku. “Iya, jam segini udah banyak uni. Jam 6 mereka sudah ramai,” jawab Ridho

#4 Osha Nur Rahman

“Rute berikutnya, kita ke Nusantara,” teriak Osha dari depan bis, membuatnya disambut oleh keriuhan teman-teman di dalam bis ketika itu. “Apa sih?,” tanyaku. Osha yang mendapatiku mendengar ocehannya kebingungan mencari dalih, “Itu uni, nusantara, nusantara lah pokoknya.” Kupikir Nusantara masih suatu tempat yang positif. Begitu tahu apa itu Nusantara, aku buru-buru mencari Osha, pengen ngejitak kepalanya. Osha terlalu muda, menurutku, untuk tahu apa itu Nusantara. Dia masih semester 2 dan aku semester 8. Tetapi aku lupa, dia laki-laki, aku perempuan

#5 Darwis Broy Sinaga

“Jangan liat ke kanan ya,” terang Darwis yang mau ndak mau membuat orang-orang di dalam bis menengok ke arah kanan. Kami sedang melalui daerah Bandar Baru, perjalanan Medan – Brastagi. Di sebelah kanan, tampak pondok-pondok dengan lampu kerlap-kerlip warna-warni. Meski hari siang, kerlap-kerlip lampu tetap mengesankan aura gemerlap yang mengkhawatirkan.

#6 Prima Kurniati Hamzah

Saya dan Prima sedang berjalan-jalan, berjalan kaki. Kami melewati taman Melati. Obrolan kami yang mengasikkan sepanjang jalan terhenti mendadak oleh sebuah pemandangan yang menyebalkan. Sepasang laki-laki dan perempuan berjilbab berpelukan di sudut taman, tangan laki-laki beredar kemana-mana. Jilbab perempuan yang agak dalam menyembunyikan aksinya. Aku marah bukan kepalang, jika bukan karena Prima yang menahanku marah besar, mungkin aku sudah menghardik pasangan tanpa malu itu. Aku marah, bukan saja karena perilakunya, tetapi jilbab lebar yang dikenakan perempuannya. “Mungkin mereka sudah suami istri,” ujar Prima mengajakku berpikiran positif. Aku masih murka, “Kalau suami istri, kasihan sekali di depan umum begitu,” ujarku dengan hati yang terlalu sakit. Aku menarik Prima untuk cepat-cepat melalui taman itu. Konon, meski aku tak pernah tahu persis, di malam yang mulai sepi, taman yang tidak ramai itu akan diramaikan oleh para banci.

  1. naynilna posted this