Seperti biasa, selain hari Minggu, setiap pagi sekitar pukul 09.00 WIB, tim dokter akan visit ke ruang rawat inap untuk memantau perkembangan pasien anak hemato, khususnya yang sedang menjalani kemoterapi atau perbaikan kondisi. Tim dokter ini berjumlah bisa mencapai 9 orang, termasuk salah satunya adalah dokter prof atau dokter konsulen, beberapa dokter spesialis, dan beberapa dokter PPDS.
Visit seperti ini menjadi hal yang sangat kami syukuri, karena kami merasa anak-anak mendapat perhatian yang cukup baik dari rumah sakit; baik itu para suster ataupun dokternya. Meski ada saja dramanya, tapi dengan keberadaan suster dan dokter yang selalu cepat membantu, kami bisa melewati hari-hari itu.
Satu ruang rawat kemoterapi menampung 4 pasien anak. Masing-masing didampingi satu anggota keluarga yang menjaga. Untuk pasien dengan kondisi tertentu, boleh ditemani dua orang.
Tibalah di pagi itu, setelah tim dokter menghampiri bed anak kami satu per satu, beliau memanggil seorang ibu yang anaknya terdiagnosis leukemia. Dokter prof memanggil sang ibu untuk membicarakan sesuatu di luar ruangan. Sepertinya serius. Dan benar saja, masuk-masuk wajah si ibu berbekas air mata.
Saya dan ibu lain memilih untuk tidak bertanya 'kenapa' karena kita sama-sama tahu kejadian seperti ini sangat mungkin terjadi di waktu-waktu visit rawat inap. Sang anak yang melihat mata ibu sembab kemerahan, refleks menangis seg-segukan. Sang ibu juga tak bisa menahan rasa sedihnya, mereka berdua menangis bersama. Sendu sekali suasana pagi itu. Kami yang ikut larut dalam lara berjalan mendekatinya, berusaha menguatkan satu sama lain tanpa tahu apa yang sudah terjadi di luar tadi. Karena hanya itu yang bisa kami lakukan.
Sore hari sang ibu mulai bercerita tentang pembicaraan yang sepertinya harus dirahasiakan dari anaknya yang sudah berusia 9 tahun. Singkatnya, seputar kemungkinan-kemungkinan atas perbaikan keadaan sang anak sehingga harus mempersiapkan diri untuk tindakan dan kejadian ke depan. Keputusan harus diambilnya sendiri, karena suami yang dicintai telah pergi menghadap Ilahi.
Sedari awal para orang tua di hemato sadar harus mempersiapkan diri untuk berbagai kondisi. Berharap dan berupaya yang terbaik itu mesti, ketetapan takdir kita kembalikan pada Yang Maha Menyembuhkan, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Yang Maha Memiliki.
"Bu, kita berusaha untuk memperpanjang angka ketahanan hidupnya, bukan sembuhnya". Dokter bilang begini berbekal ilmu dan pengalamannya dalam dunia medis. Tapi, hidup tidak serta merta berjalan didasari pengetahuan, tapi pasti selalu ada campur tangan Tuhan, kan...?
__salam sayang untuk semua ibu yang berjuang, anak-anak hebat, keluarga yang turut membantu tiada henti, serta teman yang turut mendoakan