[First Moment, Wait a Moment, Please]
Hmm judulnya pakai bahasa inggris segala ya. Sebenernya mau bilang semacam ini, ketika menghadapi momen-momen baru untuk pertama kalinya, tenanglah dan tolong untuk memberi waktu sebentar. Konteksnya apa? Rasanya bisa berlaku untuk berbagai kondisi dan pengalaman. Tetapi melalui tulisan ini, aku ingin melakukan kilas balik dan berbagi lagi tentang pengalaman menjadi orangtua baru. Yup, temanya masih berhubungan dengan tulisan sebelumnya. Semoga ada manfaatnya.
Momen menjadi orangtua baru adalah masa yang dinamikanya cukup nano nano. Ada rasa bahagia tak terkira, syukur, dan haru menyambut kehadiran sang buah hati. Ada pula rasa sakit dan lelah yang berbalut rasa lega selepas melalui proses persalinan yang menguras seluruh energi. Bagi sang ayah, ada pula sisa-sisa rasa lelah, cemas, dan kantuk sepanjang siap siaga mendampingi proses persalinan.
Di tengah semua rasa yang berpadu menjadi satu, saat itulah tanggungjawab menjadi orangtua mulai ON alias sudah aktif. Berbagai kesiapan dan keterampilan menjadi orangtua sudah harus mulai dijalani. Mulai dari cara gendong bayi baru lahir, menyusui, memandikan, memakaikan baju, bedong, dan sebagainya. Belum lagi menghadapi proses adaptasi sang bayi yang jadwal meleknya malah di malam hari, masih sering menangis karena berbagai hal baru yang ditemukannya di dunia. Oh ya belum juga mengurusi pakaian kotor bayi baru lahir yang masih sering berganti karena buang air kecil dan buang air besar setiap beberapa waktu sekali.
Di antara seluruh realita dan dinamika itu, ada sisi-sisi perasaan dan pikiran seorang Ibu baru yang membutuhkan banyak validasi atau penerimaan, dukungan, dan penguatan. Ya, karena fase-fase yang baru saja dilaluinya bukanlah sesuatu yang mudah dan sederhana. Mengandung dan melahirkan adalah dua fase luar biasa yang mengubah banyak hal dalam diri seorang perempuan. Termasuk keadaan pikiran, perasaan, dan mentalnya.
Dan di masa inilah mengapa rentan terjadi yang disebut sebagai Baby Blues. Sederhananya, baby blues adalah keadaan dimana seorang perempuan yang baru saja menjadi Ibu atau seorang perempuan yang baru melahirkan mengalami pikiran dan perasaan tak menentu, lelah, bingung, mudah menangis dan tersinggung, sampai merasa putus asa bahkan kecewa dan marah dengan segala tanggungjawab baru yang dihadapinya.
Aku pun mengalami rasa dan dinamika itu. Dan lebih terasa jleb lagi ketika dihadapkan dengan omongan-omongan orang sekitar, yang terkadang entah maksudnya basa basi, menyindir atau apa, tapi cukup bikin merasa baper dan ingin menangis terus menerus.
Omongan-omongan kayak gini sebaiknya dihindari sih untuk disampaikan ke Ibu baru,
"Punya anak sih masa nyuci baju anaknya aja gak sempet, harusnya ya cuciin sendiri baju anaknya.."
"Punya anak masa mandiinnya aja gak bisa, masa harus dimandiin orang terus.."
"Punya anak bayi gak boleh males, masa tidur bareng anak, anak tidur ya harusnya orangtuanya kerja, beres-beres, bersih-bersih.."
"Punya anak sih masa ga bisa gendong pake kain, ibu mah dulu sebelum punya anak juga udah terlatih gendong-gendongin bayi pake kain.."
"Udah jangan gendong bayi kamu. Bayi kamu badannya gede, kamunya kecil badannya. Kurang mantep nanti gendongnya.."
dan bla bla bla lainnya yang bernada menyalahkan dan meremehkan.
Memang sih idealnya ketika punya anak itu setiap orangtua sudah punya kesiapan dan keterampilan yang baik, tapi ya pada beberapa keadaan, tentu akan tetap ada kekurangannya dan pada hakikatnya segala sesuatu yang baru itu memang butuh proses kan untuk dipelajari, dibiasakan, sampai akhirnya jadi bisa dan terlatih.
Inilah yang kumaksud dari judul tulisan ini. Bahwa ketika kita berada pada masa menghadapi hal yang baru, adakalanya kita perlu menenangkan diri dan menerima keadaan yang perlu waktu sejenak untuk bisa diatasi.
Akhirnya, aku dan pak suami memutuskan untuk hijrah kembali ke kontrakkan kami setelah sekitar tiga pekan tinggal bergantian dirumah orangtua dan mertua. Kalau di rumah mertua ada pula ceritanya, ibu bapak mertuaku dan saudara saudara iparku sangat baik. Maklum menyambut cucu pertama. Saking baiknya semua hal tentang bayiku diurusin. Mandiin, gendongin, ajak main, semuaaanya. Bagianku cuma nyusuin aja. Enak sih buatku, jadi nyantai. Tapi justru membuatku merasa.. lah aku punya waktu bonding sama anakku kapan? Pas waktu nyusuin yang harusnya eksklusif pun kadang ditungguin sama mama mertuaku. Lah trus aku ngurusin anak akunya kapan? Lah jadinya itu anak siapa?
Akhirnya, aku minta ke pak suami untuk kembali ke kontrakkan kami saja. Meski kecil dan sempit, meski masih berantakkan karena belum dirapikan lagi sejak melahirkan, kami pun sepakat untuk mengurus anak kami sendiri. Biarlah kami repot. Biarlah kami capek. Setidaknya tak menjadi lebih repot dan capek menghadapi orang-orang lain yang menguras perasaan. Setidaknya tak ada yang mengomentari cara mengurus anak dan jadwal harian kami.
Dan yang paling penting adalah... Tak ada yang menginterupsi proses belajar kami menjadi orangtua baru. Ya, aku dan pak suami sangat bersyukur diberikan kesempatan untuk bisa mengasuh sendiri anak kami. Dan bersyukur pula karena pak suami kala itu masih bekerja secara WFH. Meskipun dalam proses mengasuh anak untuk pertama kalinya ada rasa canggung, bingung, khawatir, ragu, takut, namun kami belajar banyak hal baru. Dan sebagai orangtua, kami merasa lebih bermakna, lebih berarti, lebih lekat ikatannya dengan anak kami.
Maka jika aku boleh menyarankan, teruntuk calon orangtua baru yang akan menyambut kehadiran sang buah hati, jika memungkinkan cobalah tinggal terpisah dari orangtua dan berusaha untuk merawat anak sendiri. Rasakan bagaimana setiap momen belajar dan mengikat kebersamaan dengan anak. Rasakan pula bagaimana capek lelahnya mengurus anak tapi selalu bikin kangen.
Adapun bagi yang harus tinggal dengan orangtua dan mertua, semoga senantiasa dilapangkan dan dikuatkan hatinya untuk menerima berbagai keadaan. Aku selalu kagum pada mereka yang bisa berkhidmat mengikuti suami dan tinggal bersama mertua, in syaa Allah pahalanya tak terhingga.
Dan sejatinya perjalanan belajar menjadi orangtua tak hanya saat baru menjadi orangtua. Karena menjadi orangtua adalah proses belajar sepanjang masa.