Untuk Kamu yang Jauh Dari Gapaiku | #FebruariMenulisSuratCinta | #Day2
Saat jarak pandangku tak mampu lagi meraihmu, entah mengapa hati ini masih kerap mengingatmu. Menggelikan rasanya. Kamu yang tidak pernah bisa aku gapai, yang mampir sebentar dan tak pernah tinggal, ternyata meninggalkan kesan yang begitu mendalam hingga sekarang.
Sayang sekali, kamu sudah jauh dari jangkauanku. Sungguh ingin sekali aku masih bisa berbincang sederhana, atau sekedar bertegur sapa. Tak akan ada rasa yang berlebih, hanya kekaguman yang akan aku pendam sendiri, sama seperti waktu itu. Yang ingin aku rubah adalah posisiku dulu yang seperti penganggu. Mungkin sekarang, aku bisa jadi lebih menyenangkan sebagai teman berbincang.
Tapi entahlah. Waktu begitu cepat berlalu, membawamu semakin jauh menuju semesta yang baru. Semesta yang sulit ku tuju. Beruntungnya aku dulu sempat mengenalmu.
Dulu saat kamu masih diluar radar komplotan serigala muda lain, aku sudah mengintaimu dari kejauhan. Bersembunyi di semak-semak, aku melihatmu seperti rusa muda yang begitu anggun dengan gerak-gerik yang tak biasa. Dari kejauhan serigala penyendiri ini mengintai dengan seksama. Menunggu waktu yang tepat menancapkan gigitan pertama.
Aku mengingat dulu saat pertama kali mendekatimu. Bermula dari sebuah pesan palsu, perbincangan kita berlanjut mulai dari situ. Sungguh cara yang menyedihkan untuk mendekati wanita.
Aku hanya berupaya menjaga jarak supaya kamu tetap ada dalam radarku. Sayangnya aku tak cukup ahli strategi hingga akhirnya, perjalanan setelahnya hanya menyisakan aku yang terobsesi dan kamu yang menjadi obyek obsesiku.
Selanjutnya, bahkan perbincangan kita tak sungguh-sungguh berguna. Tak ada pembahasan spesial. Semuanya hanya omong kosong anak muda tanggung yang sok dewasa. Bahkan aku tak pernah tau kepribadianmu sebenarnya, minatmu, cara pandangmu. Padahal inilah yang amat penting untuk ku tahu.
Jika kamu sebuah buku, bisa dibilang aku tertarik karena sampulmu. Sederhana, tapi mempesona. Sayangnya setelah aku membuka bungkus plastiknya, aku tak pernah membaca isi bukunya.
Berpikir bahwa kamu juga tertarik padaku adalah hal paling gila yang pernah aku pikirkan. Entah kebodohan apa yang meracuni kepalaku hingga aku senaif itu. Maafkan aku yang dulu begitu bodoh. Aku masih terlalu muda. Aku hanya sedang berharap dengan begitu picik, hingga berfantasi bahwa kita tengah bertautan.
Nyatanya, hanya aku sendirian dalam perahu imajinasiku. Sedangkan kamu, ada di tepian pantai. Kebetulan kamu masih terjangkau jarak pandangku. Hingga manis parasmu menghipnotisku masuk dalam alam bawah sadar yang cukup kebablasan. Membuatku berharap terlalu dalam untuk bisa berdua bersama menggurat warna di masa muda kita. Akhirnya aku hanya sebatas noda. Noda yang sudah kau hilangkan sejak lama dengan kisah-kisah yang jauh lebih luar biasa, lebih berwarna.
Tak apa. Perahuku sudah meluncur ke tangah samudra. Aku sudah bisa melihat ikan marlin, hiu, hingga lumba-lumba. Kamu entah sudah sampai mana. Apakah masih di pantai membangun istana, beranjak ke kota, atau mungkin kamu sudah meluncur ke luar angkasa. Yang jelas kamu sudah berangsur hilang dari pandangan mata.
Jika saja ada kesempatan aku untuk bertemu. Aku ingin menyapamu. Memberikan sedikit senyuman tulus dan memberikan selamat atas pencapaian hidupmu. Terima kasih untuk sedikit warna yang kamu tinggalkan untuk masa mudaku.
Purworejo, 2 Februari 2018