Mengawali 2019

Senang rasanya tumblr sudah nggak diblokir di Indonesia. akhirnya bisa nyampah lagi di sini tanpa perlu ribet ber-VPN (yang sebenernya nggak ribet-ribet amat, tapi males aja gitu)

Terakhir saya nulis tentang betapa capeknya menjalani Long Distance Marriage ditambah masih harus diribetin orang-orang dengan pertanyaan gengges kenapa nggak hamil-hamil. Di sekitar pertengahan kuartal ketiga tahun 2018, setelah merasa agak siap (sedikit) akhirnya saya dan suami memutuskan mau agak seriusin program hamil dengan bantuan dokter, tapi ya iseng aja gitu (jadi gimana nih, iseng apa serius?), lagian juga masih belum bisa tinggal bareng satu atap, yah palingan juga kurang maksimal. Begitulah pemikiran manusia kurang ambisius macem saya. 

Long-short story, menjelang akhir tahun, hampir bersamaan dengan ulang tahun Hanif dan ulang tahun pernikahan kami yang pertama, kabar bahagia datang bertubi-tubi.

Setelah satu tahun tanpa kepastian kapan LDM ini akan berakhir--Hanif alhamdulillah dapat pekerjaan baru, yang artinya mudah-mudahan, walau masih belum terlalu pasti, tapiiii sudah mulai agak ada kejelasan terkait kemungkinan saya dan hanif bisa lulus LDM di tahun 2019 (YEAAAY!!)

dan yang paling menggembirakan, walau sudah daftar member gym yang tadinya sebagai langkah awal resolusi #2019PerutRata, Allah malah kasih saya excuse untuk buncit di awal tahun,

Alhamdulillah :”)

Ingin banyak cerita-cerita, tapi untuk saat ini mungkin segitu dulu wkwk. terima kasih 2018 dan segala drama (yang ku buat-buat sendiri) dan karunianya. Walau masih sangat clueless ke depannya bakal gimana, tapi Bismillah untuk 2019 yang mudah-mudahan lebih seru dan menyenangkan!

Punya anak (2)

Dulu, di masa belum pengen-pengen banget punya anak, menjawab pertanyaan-pertanyaan orang tentang “kok belum isi?” rasanya bisa dibawa santai aja. Nggak baper. Setiap mens, aku senang dan hanif sedih wkwk. Sampai hanif kesel dan komentar, “kamu kok seneng sih masih mens? Kayak orang-orang yang nge- seks di luar nikah aja..” wkwk

“Lho kan bersyukur, mens nya masih teratur” yaaaaa mungkin terdengar denial, atau memang beneran denial aku juga nggak bisa bedain. Karena sejujurnya, lama kelamaan, pengen juga sih sebenernya punya anak.

Puncaknya di lebaran kemarin, di masa-masa hampir seluruh saudara ngumpul, sulit sekali menghindari pertanyaan kapan hamil ini. Ditambah lagi, semua sepupu yang sudah menikah lagi hamil berbarengan. Iya, SEMUA. Ada yang anak kedua, ada yang anak pertama. Empat orang. Senang sih sebenernya, sekaligus iri.

Suasana iri hati ini makin diperburuk dengan pertanyaan-pertanyaan gengges yang nggak akan bisa dihindari di momen ketemu keluarga besar, mulai dari:

“kok belum isi, sih?”

“Lho si anu yang nikahnya masih baru udah isi, kok fika belum ya?”

“Kamu pakai KB tah? Nggak usah ditunda-tunda! Nanti susah kalau mau punya anak”

Yang paling ekstrim:

“Lho piye? sik urung bati tah?” (lho gimana?masih belum “untung” kah? –untung as in “laba” kalau jualan) yang ditanyakan dengan lancangnya sambil elus-leus perutku yang buncit yang isinya gule kambing.

Semua pertanyaan ini dengan pengertiannya dijawab dengan sigap oleh mamah ku dengan, “dereng, pangestune nggih….” (belum nih, minta doanya aja ya) bahkan sebelum aku sempat buka mulut.

Mungkin orang-orang kita ini kebanyakan disuguhi sinetron (atau kisah nyata) yang kayaknya gampang banget orang “kebobolan” hamil di luar nikah, sehingga kesannya orang ya gampang aja punya anak, padahal ada banyak faktor yang mempengaruhi kan.

 Mamah papahku belum pernah sih nagih cucu atau nanya hal-hal terkait. Mungkin sadar anaknya baperan. Beda dengan mamah papah mertua

“Jangan ditunda, cepetan punya anaknya. Mumpung mama papa masih sehat, udah tua nih, si A, si B, udah hamil padahal duluan kalian nikahnya” diucapkan dengan nada seperti kalau mama nyuruh cuci piring tapi aku masih leyeh-leyeh.

Mungkin itu hal biasa di keluarga ini, tapi wah nggak kuat aku jawabnya :) Cuma Hanif yang bisa, sambil merepet “Ya namanya juga udah usaha, tapi belum dikasih ya gimana”

Di kereta pulang dari rumah nenek di Jombang menuju Cirebon, aku mendadak nangis kejer dan Hanif bingung wkwkwkwwkk

“Katanya kan santai, belum pengen-pengen banget punya anak….. kok nangis sih…”

Ya gimana, sedih banget ternyata denger pertanyaan yang judgemental, kalau kita pengen dan sadar kita udah usaha, plus masih berjuang dengan Long Distance Marriage (LDM), walau cuma Jakarta-Bandung. Tetep susah nyocokin jadwal dengan masa subur, belum capeknya hanif bolak-balik ngadepin macetnya Jakarta-Bandung tiap weekend, belum rasa bersalahku kalau lihat hanif sering sakit karena kecapekan sementara aku nggak bisa ngurusin. Itu aja udah bikin sedih, nggak usah ngomongin kapan bisa punya anak

“Makanya jangan LDM, kenapa sih harus LDM?”

Wah panjang ya kalau diceritain harus postingan terpisah deh kapan-kapan, tapi apakah perlu nanya hal menyakitkan kayak gitu? Oke mungkin saya yang baper. Salah sendiri kenapa memutuskan untuk baper? mungkin orang penasaran. Tapi menjawab rasa penasaran itu ada orang yang harus sakit hati lho. Sepenting itu kah rasa penasaran kalian?

Yaudah gitu aja. Ini sebagai pengingat diri saya sendiri, semoga bisa jadi orang-orang yang berempati :)

Sekarang, di saat kita mau agak “serius” dengan periksa ke dokter

“Nggak usah, mahal.” Kata mama mertua :)

Tapi setelah dijelaskan macem-macem akhirnya dibolehin sih. Tapi kalau pun nggak boleh ya aku tetep mau ke dokter wkwk.

Mamahku, berhubung sadar aku baperan, beliau baru berani tanya pas aku sendiri yang bahas. “Mah aku mau cek ke dokter”

“iya cek aja, mumpung masih baru dan masih muda. Ini Obgyn yang bagus di Bandung kata temen mama: dr A praktek di RS xxx, dr B praktek di xxx, cobain aja dulu, siapa tau cocok.”

Wah udah punya listnya dia :)

Punya anak

Achievment

Capek banget ya hidup kalau nurutin standar dan ekspektasi masyarakat. belum nikah ditanya-tanya, belum punya anak dibanding-bandingin sama yang udah. Kitanya sendiri mungkin juga suka banding-bandingin timeline orang “wah si anu umur 25 udah jadi mentri, aku belom ngapa-ngapain”

Udah banyak juga kan yang nulis paragraf sejenis yang saya tulis di atas? wkwk

orang bebas mau menentukan apa pun yang menurut dia achievment.

 b e b a s.  Boleh juga mau bilang punya anak itu achievment, atau bukan. Jadi mentri atau pun punya anak, toh sama-sama ada peran Tuhan di sana. Ada rezekinya  ga perlu lah di iri-iri in atau disombong-sombongin hehe.

Aloha sobat tumblr, kangen juga.

masih pada ada di sini gak ya?

Baru berhasil buka lagi setelah diblokir di Indonesia, ternyata tinggal pakai VPN doang, gampang ya. wkwkwk (dasar gaptek)

Penggemar Rahasia

mulai menit ke 7:28, mulai mbrebes mili.

“....Bagi saya berlaku maut pun tidak bisa memisahkannya. Itu namanya cinta Illahi.”

dari awal sampai menit ke 2:45, pak Habibie ngomong sambil ketawa-ketawa. Tapi saya yang nonton nangis sesenggukan, di kantor T__T

benar-benar bertolak belakang dengan teori awur-awur saya “It’s not distance, or friends, or family, or a third person that keep a couple from loving each other. It’s death.“ di postingan yang ini.

Cinta bisa sehebat itu :’‘

Kelas Inspirasi Bandung #4

Melanjutkan kisah “Mencerdaskan Anak Bangsa” di postingan sebelumnya, saya jadi tergerak untuk menulis pengalaman di Kelas Inspirasi Bandung #4 (ga ada hubungannya juga sih wkwk).  Udah tau kan? Program yang bertujuan untuk memperkenalkan profesi-profesi lain yang ada, sehingga cita-cita anak nggak melulu dokter/tentara/guru, begitu sih yang saya tangkap.

Saya gabung jadi relawan fotografer saja, karena tujuan awalnya memang hanya mau mengamati, yah walau skill fotografi dan gear masih minus banget sih haha.

Saya bagi tugas dengan relawan fotografer lainnya, sehingga saya kebagian ngintilin mbak pengacara, mas pengusaha, mbak dokter, dan mbak staf SDM. Mereka semua sebenarnya luar biasa keren-keren, tapi sayang sebagian besar pesan-nya (menurut saya) masih belum bisa tersampaikan dengan baik. Beberapa relawan sibuk selfie, ada juga yang bikin video ala snapchat ditengah ngajar. Sebagian besar menerangkan profesinya masih menggunakan metode story telling menggunakan beberapa properti, dan 75% alokasi waktu ngajar yang tersedia dipakai buat sesi ice breaking, joget-joget haha hihi tepuk tangan, karena saya tau susah banget ngajak anak-anak itu fokus mendengarkan :’)

Berbeda ketika saya berada di sharing session bersama anggota grup lain, ada seorang pegawai pajak yang meng-klaim pesan yang ingin ia utarakan mengenai profesinya berhasil tersampaikan dengan cukup baik ke para siswa. Wah gimana tuh? saya cukup kagum karena saya pun tidak kepikiran bagaimana menjelaskan pajak yang ruwet itu ke anak SD.

Metode yang dia gunakan adalah dengan mengajak anak-anak melakukan drama simulasi. Kira-kira begini, siswa di kelas di bagi dalam beberapa kelompok, ada yang berperan sebagai guru, polisi, tentara, pengusaha, pemilik toko, karyawan perusahaan minyak, teller bank, dll. Mas nya ini lalu membagikan uang-uang kertas (seperti main monopoli) ke tiap kelompok.

Melalui drama tersebut, akhirnya anak-anak paham bahwa orang-orang yang menyetor pajak ke bank, uangnya akan dilarikan oleh petugas pajak untuk menggaji polisi, guru, tentara, membangun jalan, dan lain-lain. Kalau kita tidak bayar pajak, nanti polisi, guru dll jadi tidak punya gaji, pembangunan akan mandek karena tidak ada uangnya. Sehingga kalau tidak ada petugas pajak, semua akan kacau.

Sekarang anak-anak tersebut jadi sedikit lebih paham soal pajak, dan jadi tahu bahwa profesi petugas pajak ternyata berperan penting dan cukup menarik juga.

Cool juga idenya.

Tapi saya kalau jadi relawan pengajar juga masih bingung sih bagaimana menjelskan profesi process engineer ke anak SD :))

Yang lucu, di sini anak SD nya kebanyakan bercita-cita jadi pemain PERSIB :)) ya nggak apa-apa sih. Ada juga yang cita-citanya jadi anak punk.

Hadeuh.

Mencerdaskan Anak Bangsa (4)

Bagian 4

Wah panjang juga ya, sampai ada bagian 4.

Mesin cuci saya rusak. Sedih banget. Iya tentu saja karena pemakaian ngaco dari si mbaknya. Saya nggak tau persisnya apa yang dia lakukan kalau sedang pakai mesin cuci, tapi setiap dia pakai, mesinnya selalu ngeluarin alarm error. Kalau saya yang pakai, nggak pernah. Sampai puncaknya mesin cuci nggak bisa digunakan sama sekali.

Akhirnya saya pasrah nyuci pakai tangan, karena belum nemu tukang, dan saya agak nggak rela benerin mesin cuci kalau nantinya dirusak lagi -_-

Nggak apa-apa.

Dia kalau selesai nyuci piring, panci, atau sendok yang sudah bersih, diletakkannya di wadah sebelah kran, lama-lama terendam air karena cipratan. Dibiarkan di sana berhari-hari. Kan geli, kalau ambil sendok bersih tapi terendam di situ. Padahal bisa lho pas cuci piring langsung dipindah ke rak tepat di atas bak cucian piring itu. Wadah sendok juga saya sudah beli.

Jadi solusinya, tiap saya mau pakai alat makan akan saya cuci lagi.

Yah gitulah segelintir kisahnya. Masih banyak sih tingkah dia yang bikin saya bertanya-tanya, kok bisa-bisanya ada orang normal yang pola pikirnya begini?

Suatu hari dia pernah cerita, dia adalah anak “broken home” yang orang tuanya berantem terus. Sejak kecil dia merasa tidak pernah diperhatikan, dan dianggap tidak ada. Rumahnya di Bandung. tapi dia ngontrak bareng saya dan hampir nggak pernah pulang.

Sejak mendengar ini, saya jadi percaya 100% dengan pidato Bu Megawati bahwa kita nggak bisa main-main dengan pendidikan dan kesehatan anak. Nggak boleh sembarangan kasih makan anak.

Entah nantinya terlaksana atau tidak, tapi saya bertekad banget kalau emang dikasih, saya nggak akan sembarangan menanamkan nilai ke anak. Karena kalau udah terlanjur besar, susah banget ngajarinnya. Saya bukan nggak pernah ngomong ke teman saya ini, sering. Tapi dia ulang-ulang lagi tanpa perubahan -_-

Mencerdaskan anak bangsa adalah hal yang sangat besar. Kalau belum bisa mengabdi ke pendidikan di pedalaman sana, mungkin bisa dimulai dengan mencerdaskan teman serumah (-_-), atau mencerdaskan anak sekitar. Anak bangsa bukan cuma anak sendiri sih. Gitu.

Mencerdaskan Anak Bangsa (3)

Bagian 3

Rumah kontrakan itu, setiap saya tinggal 2 hari pas weekend, begitu saya datang hari senin, saringan wastafel cuci piringnya bau-nya udah kayak bau muntah bayi. Karena nasi dan sisa makanan habis cuci piring nggak pernah dibuang sama teman se-rumah saya. Padahal saya udah beliin yang gampang diambil lho saringannya,jumat malam sebelum saya pergi juga selalu saya buang.

Nggak apa-apa.

Dia juga sering banget makan mi instan. Dulu hampir tiap hari. Setelah saya kasih tau itu nggak baik, baru mulai agak berkurang, jadi seminggu 2-3 kali. LAH TETEP AJA SERING.

Dia pernah mau membubuhkan vetsin di masakan saya.

Yassalam. Saya masak kan buat ngurang-ngurangin konsumsi vetsin di luar. saya kasih tau efek negatif vetsin, dia tetap bilang “kok kamu ngga suka sih? kalau nggak pake kan nggak enak”

..... pingin rasanya teriak “DON’T YOU DARE TO PUT THAT INTO MY FOOD!”

tapi saya memilih diam saja.

Lalu,

Dia pernah bilang, “aku kalo pup seminggu sekali loh,”, and I was like “WHAT?” Wah saya nggak pup 3 hari aja gelisah, langsung makanin pepaya dan banyak minum air. Dia memang nggak suka sayur dan malas beli buah. Begitu saya bilang ada temen ayah yang meninggal karena sebulan nggak pup, baru dia agak panik, tapi dengan embel-embel “Eh tapi selama ini seumur hidup aku nggak pernah makan sayur, buah jarang banget, sehat-sehat aja tuh, kalau sakit juga cuma flu sehari sembuh” DANG! Udah males saya nanggepinnya. udahlah nggak usah bahas buah sebaiknya dimakan sebelum makan berat. bahas perlunya makan buah aja setengah mati.

“Emang kamu nggak ngerasa perutnya nggak enak? itu sampah membusuk seminggu di perut” / “Nggak, cuma emang kerasa cepet kenyang sih”

....

Waktu saya lagi rajin-rajinnya olah raga, ngegym dan yoga, dia bilang, “kamu rajin banget ya olah raga. aku  sih males kalo ngga ada temennya. mungkin aku susah pup karena ngga pernah olahraga ya.”

Yah, entah itu ada korelasinya atau tidak, tapi sampai hari ini dia masih belum mulai olahraga sih walau aku tawarin olahraga bareng.

Bersambung

Mencerdaskan Anak Bangsa (2)

Bagian 2

Masih kisah tentang teman serumah saya,

Dia pernah merusak alat pel canggih saya (yang nggak perlu meres pake tangan). Kalau saya yang pakai, selalu baik-baik saja, tapi entah gimana kalau dia yang pakai selalu ada aja masalah. Yang mur nya lepas lah, gagangnya copot lah, which is kalau mau benerin tinggal puter pakai obeng saja. Tiap dia ngerusak, dia lapor ke saya (dengan alasan dia nggak ngerti harus gimana benerinnya), lalu saya benerin pakai obeng, dia nonton. Adegan ini terjadi berkali-kali sampai pel-pel an nya luluh lantah saya males benerin lagi. Akhirnya saya beli pel pel-an biasa, yang harus meres pake tangan. Sad. begitu tahu saya beli pel-pelan biasa dia cengengesan sambil bilang “Wah kamu beli baru?”

Nggak apa-apa.

Pernah saya masuk rumah sore-sore pulang kantor, lalu tercium bau gas elpiji bocor. Saya nggak ngerti dan agak takut sih buat benerin, lalu saya tanya ke pacar, kalau elpiji bocor gimana cara benerinnya. Ternyata cuma dilepas, lalu pasang lagi sampai klik. Begitu saya nyalain kompor buat manasin kukusan bisa, 5 menit kemudian apinya mati. Gasnya habis.

Waktu teman saya pulang, saya kabari gasnya tadi bocor. Lalu dia bilang “Iya sih, tadi siang selama aku masak mi ada bau-bau gas gitu.” / “Kamu di rumah berapa lama?”/ “4 jam gitu”

Ya. Nggak apa-apa.

Bersambung

Mencerdaskan Anak Bangsa (1)

Ini tidak sedang membicarakan pendidikan anak - anak di pedalaman papua, kejauhan. Mari saya jabarkan dari yang terdekat dulu.

Ini kisah soal teman se-rumah saya di Bandung, usianya tahun ini 24 tahun (seumuran sama saya), lulusan SMA/SMK sederajat, sekarang sedang kuliah S-1 jurusan administrasi ambil kelas karyawan setiap malam. Sudah hampir setahun kami tinggal dalam satu rumah, dan hampir tiap hari juga saya narik nafas panjang karena tingkahnya.

Saya pernah ninggalin rumah sekitar 3 minggu karena sakit, begitu saya pulang, dia lapor “Fik, liat nih, akhir-akhir ini semut di rumah jadi parah banget. sejak kamu pergi, semutnya sampe naik-naik lemari dapur, terus masuk ke kamarku! apa karena musim hujan ya?”

Hm. Di lemari dapur memang ada wadah berisi gula, tapi selama ini nggak pernah di serang semut. Kamar saya yang ditinggal 3 minggu pun nggak ada semut, yah cuma berdebu. Saya juga nggak tau apa ada kaitannya semut bermunculan dan musim hujan, tapi sebelum saya pergi pun, sudah sering hujan, dan tetap nggak ada semut.

Besoknya saya lihat ke dapur, ealah ternyata tong sampah dapur isinya menumpuk, penuh banget belum dibuang entah sejak kapan. Ternyata Itu yang memancing semut, jadi dari situ menyebar ke mana-mana. Saya cek tong sampah kamar dia, ternyata sampahnya juga menumpuk -_-

Saya lalu ngetes, apa bener dia nggak mikir ke sana.

Sampah dapur saya buang, 3 hari ke depan nggak ada lagi tuh semut. “Liat kan, aku dateng nggak ada lagi semut” / “iya ya. kok bisa ya.” setelah itu besok-besoknya saya sengaja penuhin tong sampah, lalu semut mulai datang.

“Tuh kan fik, semutnya banyak lagi iiiiih”

“YA INI KAN KARENA SAMPAHNYA NUMPUK, makanya dibuang dong”

seriously?

besoknya, tetep saja saya terus yang buangin sampah. Ya nggak apa-apa.

Bersambung

Menyelesaikan Masa Lalu

Iya ini lagi bicara soal Rangga dan Cinta di #aadc2. Wkwk. Beberapa pernyataan saya kutip dari review orang lain, tidak saya cantumkan sumbernya semata-mata karna saya lupa baca dimana saking banyaknya review yang saya baca -_- Nontonnya udah seminggu yang lalu, euforianya masih terasa. (Spoiler alert!)

Well, #aadc2 is not that good, tapi kok saya suka banget hahahahah. Beberapa pihak berpendapat bahwa tindakan Cinta yang lebih pilih balikan sama Rangga dari pada menyelamatkan pertunangannya sama Trian itu salah dan nggak realistis. Bahwa menyelesaikan masa lalu artinya tidak sama dengan balikan. Kalau itu terjadi di dunia nyata, Cinta pasti diomelin emak bapaknya. Apa yang Cinta lakukan ke Trian itu, jahat. Padahal Cinta akan lupa sama Rangga setelah dia nikah, punya anak, seandainya Rangga nggak muncul.

Nah, mari kita kaji dari sisi bersebrangan.

Cinta salah? Iya, tapi bukankah Cinta lebih salah lagi kalau lebih pilih Trian, padahal masih punya issue sama Rangga. Do you really wanna get married to somebody with unresolved feeling? Will you be happy if someone tell you: I have feelings for him, but I choose you because I have stated the commitment with you. ?“

Ah Masa? Yang bener? Kalau pun pada akhirnya Cinta pilih Trian, artinya Trian udah dibohongi.

Di sana digambarkan bahwa sebelum Rangga Yosrizal yang legendaris itu datang kembali ke kehidupannya pun, Cinta emang belom selesai.

When you thought you’ve already moved on, but you’re not. He comes, and break your wall.

Yah beberapa perasaan kan emang nggak bisa dikendalikan, yang bisa dikendalikan adalah aksinya. In the end, Cinta lebih pilih Rangga tapi setelah putus dari Trian.

Paling suka scene dimana Cinta hampir kecelakaan mobil, dan akhirnya dia sadar bahwa kematian itu bisa jadi sangat dekat dan tidak terelakkan. Because engagement isn’t final and married isn’t the end. Because death is final. The end. It’s not distance, or friends, or family, or a third person that keep a couple from loving each other. It’s death.

Yah, gitulah. Hidup ini pilihan. Mungkin banyak di dunia nyata yang lebih pilih Trian, but still not working meski Rangga nggak pernah datang. Mungkin banyak juga yang didatangi Rangga, tapi lebih pilih Trian dan hidupnya baik baik saja. Ya berarti mungkin memang perasaannya sama Rangga sudah selesai, dan lebih sayang sama Trian. Itu baru bener.

Anyway, semua orang berhak melakukan apa pun yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh Cinta sih. Ini kan hanya opsi saja wkwk.

it's not about happy ending things, it's about ending things right