KIRA KIRA (KITA Sumatera Mendeskripsikan Cuaca)
Cuaca didaerahmu seperti apa Tuan dan Nona? Hujan kah? Panas kah?
Hujan datang membawa hawa dingin, dibarengi dengan kesenduan yang mendalam. Matahari datang membawa hawa panas, dibarengi peluh keringat yang mengucur deras.
Hujan dan matahari, keduanya amat jarang beriringan. Mereka hampir selalu punya porsinya masing-masing. Ada orang yang amat menyukai panasnya matahari, namun sebaliknya ada juga mereka yang amat mencintai hujan.
Lantas kamu yang bagian mana?
Nah, dibawah ini ungkapan perasaan teman-teman KITASumatera perihal cuaca didaerah mereka. Tahu sendiri dong pulau Sumatera panjangnya semana, cuacanya dihari yang sama so pasti beda-beda. Yuk, kita nikmati karya mereka.
——————————————————————————————————
Hujan selalu menjadi waktu yang tepat untuk menikmati kesenduan.
Menikmati banyak kenangan yang pernah terlewatkan.
Bagaimana kita menabung harapan.
Bagaimana aku yang masih terus berdoa untuk segera dipertemukan.
Hai Tuan,
Semoga Allah memberi kekuatan untuk kita selalu melakukan perbaikan.
Semoga dalam masa penantian justru kita saling menemukan keserasian.
Semoga dalam masa berjauhan kita mampu saling menafsirkan bagaimana indahnya saling menguatkan.
Tuan, baik baik dalam penugasan.
Jika kelak kamu akan kembali ke kampung halaman.
Izinkan aku untuk menjadi bagian yang menggenapkan. (@desisusanti93)
Setiap siang selalu begini
panas menyengat sampai ubun-ubun
tak ada yang dapat menetralkan ini
kecuali hujan.
tapi aku tak ingin hujan datang sesiang ini
mood ku akan turun drastis jika hujan karena datang
hujan menyebabkan kasih dan kenangan beradu,tapi tak ada yang menang.
mungkin panas ini akan reda ketika kau dengan santai memberiku jus mangga seperti punya nona yang jauh di sana.
ku harap hanya begitu
ku tak ingin kau bermain dengan egomu yang membuatku menjadi tambah emosi
sudah cukup hanya panas yang membuatku begini jangan lagi engkau juga begitu.(@fach-roza)
Aku tak ingin mengutuk hujan pun panas terik. Karena aku percaya, Tuhan selalu punya maksud baik di balik keduanya.
Jika boleh, mungkin judul sajak Sapardi Djoko Damono bisa diganti Hujan Bulan Januari. Hahaha sepertinya agak berlebihan. Tapi begitulah nyatanya di kota ini, hujan turun hampir tiap hari sejak awal bulan.
Apa aku mengutuki hujan yang turun? Tidak. Banyak hal yang bisa dinikmati kala hujan. Kenangan salah satunya. Kita tentu bisa mengenang kenangan dengan hati lapang setelah melepaskan bukan? Kadang kenangan perlu diingat bahkan ditertawakan.
Seharian kemarin hujan turun tiada henti. Beberapa mengutuki di lini masa. Aku mengamati. Ingin berkomentar tapi aku urung. Toh buat apa? Bukankah masing-masing kita punya persepsi?
Hari ini mentari seperti senyum bahagia setelah seharian kemarin digantikan hujan. Gunung dan langit terlihat bersih.
Berhentilah mengutuki keduanya. Karena Tuhan sudah pny perhitungan tepat atas mereka. Nikmati saja.(@putrijanuari)
siang ini begitu terik seperti teriknya semangat ku pergi. sang mentari tak gentarnya menyilaukan. mengusik hati ku yang sedang bersedih.
siang ini semangat ku menggebu untuk membantu mendonorkan darahku namun tak kuasa karna hemoglobin tak mencukupi. semangat ku yang awalnya menggebu bagai menghilang lenyap ditelan angin
seperti mentari yang mengusik mata dengan silaunya. kekecewaan ini jg mengusik ku sampai kerelung hati (@dramaqueen5)
aku tidak akan mengajak menapak tilas. aku ingin bercerita sebentar saja.
aku tak ingat kapan ini terjadi tepatnya. yang aku ingat, ketika itu kita baru saja berkenalan. tapi aku bertanya-tanya ini berkenalan jenis apa? berkenalan tanpa jabat tangan atau memperkenalkan nama. siang yang terik ditemani percakapan tanpa basa-basi kita. aku tak tahu apakah aku harus mengatakan yang sejujurnya tentang degup di jantungku ketika kita sedekat itu. ah, aku urungkan tiba-tiba. aku merasa itu gila.
siang tak sepanas terik yang dipancarkan matahari saat itu. aku malah merasa kedinginan tak karuan. tuan, bahkan baru berkenalan saja aku sudah segegabah ini.
aku ingin menamakan pertemuan kita adalah pertemuan tanpa tatap. sebab, saat itu kita tak pernah menatap mata lekat antara kita. kita hanya menatap lurus ke depan. ke lapangan luas rerumputan.
sampai jumpa dalam malam-malam panjang yang dipenuhi rindu tuan. dengan atau tanpamu, rindu selalu berseliweran. (@sebuah-cerita)
Mendung masih menyelimuti senja dengan dingin yang merengkuh raga hingga terasa samar memandang.. Burung-burung tampak bergegas namun malas karena sayap-sayap mereka masih basah oleh tetesan embun yang berterbangan..
Rintik hujan masih membasahi kekeringan hati yang kemarin terasa gersang.. Tampaknya sore ini akan berakhir dengan kesejukkan yang engkau titipkan melalui senyum yang terpancar dari bibirmu yang manis itu sedari pagi..
Hmmhh.. Terima kasih untuk hari yang menyegarkan yang engkau lukiskan melalui matamu yang meneduhkan itu. Walau seakan-akan menandakan bahwa akan ada selaan rindu untuk beberapa hari ke depan..
Dan tampaknya semakin tertunda waktu untuk membuat beberapa sajak bersamamu sambil ditemani semangkuk bubur kacang ijo..
ahh sudahlah.. bukankah sore ini lebih nikmat jika ditemani dengan semangkuk sup ayam? (@pecintacahaya)
Masihkah kau kenang perbincangan singkat kala itu? Saat kau menutupi pandanganku dari sinar mentari yang menyilaukan. Kau berdiri di depanku menutup panas terik agar tak mengenaiku. Lalu sesekali kau memutar balik tubuh gagahmu, menoleh ke arahku dan menatapku tajam dengan mata coklat khasmu. Aku pun mendongak, menaikkan alis mewakili tanya ada apa di balik tatapmu. Senyum tipis terlukis di bibirmu. Ah, aku suka ketika kau berpura-pura cuek namun tak bisa berhenti mempedulikanku.
Dengan singkatnya kau pun bertanya, “Hey, are you okay?”. Aku tak tau harus menjawab apa selain anggukan yg menandakan ya.
Kita berbeda memang. Kita bertindak seakan tak saling mengenal di depan mereka. Tapi selalu saja jantungku bisa berdegup kencang hanya karena kau berada disisiku.
Tak apa jika harus terjemur panas siang hari (lagi), asalkan kau tetap memperlakukanku seperti gadismu.
Aku rindu hari dimana kita bisa saling memahami percakapan hanya dengan saling tatap muka, tuan. (@novriiandinn)
Hari ini layak sudah disebut kompetisi, perihal panasnya aku dan matahari. Terik sinarmu memancar ke bumi, serupa aku yang tengah mendidih di dalam sini. Entah apa yang membuatmu kesal hati, tapi aku tengah berburu waktu melawan inginku tuk berhenti.
Kepadamu hai matahari, cukuplah peluh ini menjadi saksi, bahwa kita masih mampu tetap teguh pada janji, sekalipun mesti berdikari. (@sashukakaru)
Hambar.
Apapun itu. Semua rasa: suka, duka, amarah, tangis, kecewa, benci bahkan muak.
Kini terasa hambar
Meskipun di sini mendung yang sesekali kembali terang
Tak berefek mengubah ke-hambaran-nya
Entahlah, apakah aku yang telah berubah. Atau dirimu yang semakin tak nampak terbalut jutaan rinduku
Lihat, bahkan air hujan semakin membuat rasa ini semakin hambar.
Tak apa, sungguh tak mengapa.
Boleh jadi ini sebuah permulaan.
yang bukan tidak mungkin akan kau rasakan suatu hari kelak.(@armayani-san)
Kenapa hanya mengintip dari balik pintu, tuan?
Kemarilah, duduk disampingku dan mari kita nikmati mendung yang bergelayut manja itu berdua. Akan kusandarkan kepalaku di bahumu. Berdebat lucu tentang kapan mendung itu memuntahkan rintik air. Atau menebak nama-nama burung yang sesekali terbang melintasi cakrawala, tepat dibatas mata memandang. Atau kita bermain tebak-tebakan garing demi menemani jarum jam yang berdetak dua kali lebih cepat, tertawa menyadari bahwa tidak ada yang lucu dari itu.
“aku suka mendung” katamu suatu hari. “Suasana jadi tidak terlalu panas, pun tak terlalu menusuk tulang. Menyenangkan. Berjalan di bawahnya tak menyengat, seolah fajar tak pernah bergerak.”
“aku suka mendung, karena kamu menyukainya.” timpalku aneh. Dan tanganmu mendarat di kepalaku, mengacak kerudungku ringan. Aku rindu…( @kaktus-gurun )
Panas
Yahh.. terik matahari membakar
Meskipun tak sepanas hatiku melihatmu bersamanya
Membara menggeliat penuh asa
Takdir
Mungkin..ini memang takdirku
Tapi apakah harus seperih ini?
Ingin sekali aku meledak memuntahkan semuanya
Aku harap dibalik panas ini
Akan ada hujan yang menyejukkan
Aku harap dibalik sakit ini
Akan ada kebahagian yang menentramkan ( @maulidar14 )
Hujan, panas, mendung , cerah , sejuk, terik, semua yang diluar sana, gambaran mana yang sesuai dengan hidupmu ? Apakah panas terik atau dingin mencekik ? Tapi karenamu aku menyukai hujan.
Hujan akan turun ketika awan sudah terlalu berat dan tak bisa menahannya. Mungkin itu pula yg buatku suka melihat hujan. Apalagi saat aku ingin menangis, rasanya seperti aku tak menangis sendirian. Rintiknya menutupi basahan pipiku. Derasnya menutupi senggugukan suaraku. “Tak apa menangislah, tak apa-apa juga kalau sudah tak bisa menangis”, begitu selalu bisik rintik dan deras hujan padaku.
Tetesan terakhirku menyudahi hujanku pula. Cuacaku menjadi lebih dingin. Tapi tak pernah sedingin sikapmu terhadapku, dinginnya sampai mencekik nafasku juga air mataku. (@quinsii)
Aku menyukai kata ini.
Aku kagum akan satu kata ini.
Aku penikmat kata ini.
Dan aku bahagia mendegar satu kata ini.
MENYUKAI karena setiap deras nya mampu mengalir secara sederhana tak memilih mana tempat yang ia aliri. Ia mengalir memberikan sumber kenikmatan bagi alam dan isinya.
KAGUM karena begitu besar kuasa pencipta menciptakan maha besar karyaNya. Sehingga, jika ia tak turun dalam kurun waktu yang lama, akan terjadi berbagai macam dampak buruk bagi semesta.
PENIKMAT karena pernah beberapa kali tak ada satupun yang tau, ketika ia turun bersamaan dengan derasnya air mata kekecewaan dan pengharapan. Menikmati setiap derai tetesan nya yang sendu, menghantarkan kepada suasana kehangatan. Kehangatan akan keluarga, pasangan, serta sahabat terdekat. Duduk berdampingan atau sekedar berpelukan hangat. Ia sungguh indah dinikmati betapa derainya banyak memberikan keberkahan.
BAHAGIA karena disetiap deras nya akan ada terselip do’a, permohonan yg tulus kepada Yang Maha Kuasa. (@logika-rasa)
Hanya hujan yg mampu menahan'nya’.
‘nya'pun tanpa sadar merobohkan tembok dihadapku.
Hingga tentang dinginnya hujan pun tak terasa oleh ku.
Mungkin…
lebih kepada pluto yg mendekat pada merkurius,
kecipratan hangat.
Mengingat 'nya’ yg seluruh semesta tau,
dan aku yg bahkan sudah tak dianggap duduk bercengkrama.
dan hanya hujan yg kini punya cerita. (@adilailla)
Jadilah aku hujan yang dicampakkan langit, berharap bumi tetap memelukku setelah aku menguap dan pergi darinya.
Bagaimana bisa aku begitu hina, meninggalkan kesetiaan bumi hanya demi dipandang tinggi, hanya demi sebuah tahta yang tak nyata.
Lantas jadilah aku mendung, menggantung. Tidak diinginkan langit, dan turun tanpa di sambut bumi.
Membuat semua abu-abu, lalu mengharu biru sendiri. Jatuh ke samudra, membaur bersama luka dan kenangan yang tersisa tak lagi terasa indah. Bersisa sesak, terendam dalam samudra yang dalam dan kelam. Aku hanya hening yang tak terjamah waktu. Memudarlah aku, sedangkan bumi jatuh hati pada pohon yang cinta nya kokoh mengakar. Diatas sana, langit bercumbu pada gugus bintang yang menemani disaat tergelapnya.
Lalu aku? Terlupakan. ( @anggunpsi)
Teriknya siang terlalu membakar diri kala itu.
-di tempat nunggu angkot-
“Bareng pulang samaku? -tanya lelaki itu sambil tersenyum
"Aku naik angkot aja. Lebih baik kamu pulang. Rumah kita tidak searah” jawabku dengan halus.
“Ih, kamu tidak menghargai aku disini?:( niat aku kan baik” ujarnya dengan muka manja
“Hem bukan gituu. Baiklah, aku ikut”
“Aku takut polisi”
“Tenang ya. Kita cari jalan lain” katanya menenangkan.
Hemm
“Kamu kepanasan ga?kalo kepanasan, pakai jaket aku aja yaa. Aku gamau kamu kepanasan apalagi kehujanan” ujarnya disela-sela hiruk pikuknya jalanan
“Enggakok. Dibonceng kamu aja udah senang. Gapapa panas, yang penting kamu menenangkan, eh salah maksudnya anginnya yg menenangkan” jawabku sembari tersenyum
“maaf aku cuma bisa menjadi supirmu”
“Gojek dong” kataku ngasal
Hahaha dan kami pun tertawa bersama
Tidak hanya hujan yang membawa kenangan. panasnya mataharipun juga. setiap waktu ada momen tersendiri. gapeduli cuacanya apa.
( @hujandansenjatakbisabersatu)
“Kamu tidak akan pernah kesepian,sayang”
Ucap ibu padaku di halaman belakang sambil menatap langit sehabis hujan. Seperti biasa, di sini adalah tempat kesukaan aku dan ibu. Aku dan ibu sering menghabiskan waktu sore di sini, untuk sekedar bertukar cerita, atau bahkan hanya duduk saling diam.
Saat itu, entah bagaimana tiba-tiba aku bertanya, “ibu tidak lelah berjuang sendirian?”
Ibu tersenyum, tak menjawab. Lalu aku bungkam.
Kami hanya sama-sama saling diam. Tenggelam dalam lamunan masing-masing.
Lalu tangan keriputnya membelai pelan kepalaku seraya berkata, “ tak ada alasan ibu untuk lelah nak. Kamu ada sudah cukup jadi penyemangat terbesar ibu. Ibu ada untuk kamu. Hanya kamu, dan kamu gadis manis ibu. Kamu, harus jadi kebanggaan ibu ya”, ucapnya langsung memelukku erat.
Lagi aku diam, ingin kukatakan bahwa aku sangat menyayanginya. Tapi kali ini, sepertinya air mataku jatuh lebih awal dari pada kata yang ingin kuucap. Maka aku hanya diam sambil memeluknya lebih erat.(@pecandu-rindu)
Tak ada risau yang paling merisaukan, kalau ada hilang tiba-tiba tanpa kabar. Persis seperti cerah tiba-tiba berawan gelap tapi tak kunjung hujan. Ingin pergi tapi menunggu pasti. Sementara yang di sana, masih menangguhkan keberadaannya. Aku senyap.
Baru angin berhembus, mengabarkan dingin. Kalau saja kau menolakku sebelum rapi, tak sia-sia air mandiku tadi.( @yourpatheticjoke )
Angin berhembus, semilir, menyibak jilbab yang terpaku lurus di kepalaku. Melambai daun di atas pendopo beratap ijuk. Siang ini begitu terik, dengan matahari yang memamerkan kekuatannya, begitu kontras dengan sejuk yang membasuh wajahku.
Kasarnya karang terasa begitu dalam menusuk kulitku. Membuatku kembali bermalas-malasan di atas papan kayu. Hanya memperhatikan adikku yang begitu riang memasukkan kepalanya ke dalam air. Siang ini kami berpesta merayakan sesuatu yang sepele. Seperti inilah hidup yang kujalani bersamanya, bersenang-senang sepanjang waktu.
Mungkin langit cemburu pada tawa yang kuhamburkan siang itu hingga menambah panas menjadi dua kali lipat. Tapi aku tak peduli, panas yang menyengat tak mengurangi tawa melihat adikku bermain begitu girang dengan rumput laut.(@limamaret)
yang kutahu dari dirimu hanyalah sebuah kebiasaan menekuk lutut tiap kali petir memekik di langit.
cuma itu.
segala keterbatasanku untuk mengetahui perihalmu tak pernah memicu rasa sesal.
aku teringat sebuah kalimat dalam film blood, “kau hanya mampu melihat sejauh pengetahuanmu.”
benar.
aku melihatmu menekuk lutut. aku selalu berada persis di sebelah kirimu, bersedia menggantikan lututmu jika kaku. sayangnya kau tak pernah berani membuka mata saat dan setelah petir menghujam pendengaran kita.
hanya sebatas itu saja.
dan ini lebih dari cukup. ( @hujansamudra )
Saat itu sedang hujan,
ketika aku terperangkap disebuah kedai kopi kecil disudut kota. Langit tampaknya sedang marah, kilatan cahaya menyilaukan dan bunyi memekakan telinga bersahutan tak henti-hentinya. Awan hitam menggumpal menggantung di langit yang terus-menerus menurunkan airnya.
Saat itu sedang hujan,
ketika tak sengaja aku melihat seorang lelaki duduk sendirian di kursi tak jauh dari tempat ku berada. Dia membaca buku tebal dan bersampul biru. Sesekali dia menyesap kopi didepannya sambil memperhatikan langit yang berwarna kelabu.
Saat itu sedang hujan,
ketika untuk pertama kalinya, hati ku berdebar..(@gadisfajar)
Apa kabarmu hari ini, Kak? Ingin sekali kutanyakan itu padamu. Ketik. Hapus. Ketik. Hapus. Begitu saja terus yang kulakukan.
Di sini mendung bergelayut di langit. Entah akan turun hujan. Entah tidak. Mungkin persis suasana hati ini tanpa sapamu, tanpa candamu. Aku rindu. Teramat rindu.
“Ga mau chat nih?” Begitu biasanya kamu isi pesanmu saat aku lama tak mengirimkan pesan padamu. Lama? Tidak juga, mungkin hanya sekitar satu sampai dua jam. Tapi kali ini menit-menit berlalu semakin lambat tanpa candamu.
Apa kabar kamu, Kak? Aku masih memikirkanmu meski kuredam begitu rupa. Kupendam dalam-dalam, aku tak ingin kamu tahu. Tapi andai pun kamu tahu, apa kamu perduli?
Langit semakin gelap di sini, Kak. Hujan pun mulai turun satu persatu. Kali ini hujan kalah cepat dengan air mata yang turun membasahi pipiku.
Semoga langitmu cerah, Kak. Tersenyumlah. (@hujandancoklat)
Hujan sudah turun di luar kamar,
namun mendung baru tiba di hatiku.
Terik mentari akan selalu bergaduh menantang hujan, mendung tak akan kuasa jadi penengah, kadang justru malah memihak. Berdirilah dimana semestinya, kau akan selamat dari cuaca yang mengerikan harimu.