← Back to Unspoken

A Story Designer

kurniawangunadi:

image

Saya jarang membahas tentang “pekerjaan” saya kepada orang lain. Karena tidak akan pernah selesai dengan satu kali pertanyaan dan jawaban.

Semisal :

“Kerjanya apa?”

“Dokter, Kang.”

Selesai.

Hal tersebut tidak pernah berlaku untuk saya,

“Kerjanya apa?”

“Desainer, Kang.”

“Oh yang desain baju itu ya, bikin kaos?”

“…….”

atau

“Kerja apa sekarang?”

“Penulis, Kang.”

“Oh itu ngapain? Bikin LKS?”

“…….”

Bagi saya, tentang pekerjaan, adalah tentang apa yang saya jalani, menghidupi jiwa dan raga saya. Jiwa adalah mengenai kebahagiaan, raga adalah mengenai finansial untuk melanjutkan hidup.

Bagi saya, tentang pekerjaan, adalah tentang bagaimana orang tua bisa memahami dan mengerti tentang apa yang saya jalani. Sepanjang orang tua tidak keberatan bahkan mendukung, saya tidak peduli dengan bagaimana orang lain melihat pekerjaan saya. Bapak ibu adalah orang yang paling tahu saya sejak lahir. Jadi bagi saya, bagaimana beiau memandang saya sebagai anak adalah kekayaan jiwa yang cukup.

Kalau ada orang merendahkan, memandang sebelah mata, meragukan, menolak, atau pun tidak percaya dengan pekerjaan yang saya pilih. Saya tentu tidak akan memaksa mereka untuk menghargai dan mempercayai saya. Saya tidak berniat sama sekali untuk mencari pengakuan dari orang lain. Cukuplah apa yang saya jalani ini bisa memberikan manfaat, tidak masalah bila pekerjaan saya tidak cukup populer, tidak cukup bergengsi, tidak cukup meyakinkan. Sepanjang saya yakin, saya tidak perlu repot meyakinkan orang lain.

Saya selalu berpikir bagaimana caranya saya bisa bekerja dengan waktu yang efisien, sehingga saya memiliki lebih banyak waktu untuk memikirkan orang lain. Membantu menyelesaikan masalah hidupnya, berdiskusi dengan teman, pergi ke majelis ilmu, dan bersilaturahmi. Terpenting adalah, saya pernah menjalani masa kecil tanpa orang tua sepenuhnya. Karena bapak dan ibu, keduanya bekerja. Saya selalu berpikir bagaimana caranya agar saya bisa membersamai keluarga saya. Saya tidak ingin membiarkan anak saya tumbuh ketika saya sedang bekerja, saya ingin membersamai tumbuhnya, hadir sebagai ayah, hadir sebagai teladan.

Saya sulit menjelaskan kepada orang lain tentang alasan-alasan atas pilihan saya ini dan pada dasarnya memang saya tidak perlu menjelaskan apapun. Sepanjang saya terus berjalan, bergerak, disiplin, dan yakin. Saya tidak perlu khawatir.

Ya, menjalani sesuatu yang berbeda adalah jalan yang sulit dan asing. Karena kita akan merasa sendirian di jalan itu. Benar-benar sendirian, bahkan mungkin orang tua orang lain tidak mengizinkan anaknya untuk menemani perjalanan kita yang aneh dan asing itu. Tidak perlu khawatir, Gusti Allah mboten sare. *)

Yogyakarta, menjelang matahari terbenam.

©kurniawangunadi

*) Gusti Allah tidak tidur.

  1. teduhlangit reblogged this from kurniawangunadi
  2. aksaramakna reblogged this from kurniawangunadi and added:
    Lantas bagaimana jika kedua orang tua yang memandang sebelah mata pilihan yang dipilih?
  3. fikryfebriandi reblogged this from kurniawangunadi and added:
    Allah tidak pernah tidur :)
  4. ucikart-blog reblogged this from kurniawangunadi
  5. jatidiriku reblogged this from kurniawangunadi
  6. himaawardoyofan reblogged this from kurniawangunadi and added:
    Tidak peerlu khawatir, asal berikhtiar gusti allah mboten sare 👼👼👼
  7. gelangkaret reblogged this from kurniawangunadi
  8. anismaula-blog reblogged this from kurniawangunadi
  9. mynoisyminds-blog reblogged this from kurniawangunadi and added:
    I really like the last paragraph. it makes me realize that many people out there feel the same way like i do haha...
  10. littlewordaboutme reblogged this from kurniawangunadi
  11. kurniawangunadi posted this