← Back to Unspoken

menjadi makna

novieocktavia:

prawitamutia:

di tengah usia dua puluhan, kita membuat begitu banyak pilihan tentang apa yang akan kita kerjakan, kapan kita akan mengerjakannya, bahkan apa yang mendasari kita melakukan sesuatu itu. tingkatannya pun sudah bukan lagi jangka panjang seperti kalau-sudah-besar-mau-jadi-apa, melainkan hari-ini-apa-saja-agendanya–bahkan setelah-mengerjakan-ini-apa-lagi-yang-lebih-utama.

di tengah usia dua puluhan, waktu tidak seperti yang digambarkan orang-orang sebagai hari yang melata dan tahun yang berlari. alih-alih, hari ke hari bergulir begitu cepat, apalagi minggu ke minggu dan bulan ke bulan. semuanya tidak lain karena satu per satu tanggung jawab semakin melekat kepada kita: pekerjaan kita, urusan rumah tangga kita, urusan kuliah kita, serta banyak sekali urusan yang pernah ada dalam daftar impian kita semasa sekolah dan kuliah–“habis lulus aku mau…”

kebanyakan dari kita mau tak mau menjadi semakin realistis dengan dirinya sendiri. ada yang mengubah haluan karir, ada yang mengalah untuk menunda beberapa cita-cita, ada yang sama sekali meninggalkan kesenangan-kesenangan yang biasanya dilakukan, ada yang “menghilang” dari peredaran pertemanan, dan macam-macam lagi.

saat-saat ini kita begitu kelelahan, kadang juga ditambah dengan kebingungan. tidak jarang kita sedih dengan yang kita relakan untuk tidak dilakukan. tapi ada satu hal yang jelas di balik semua keringat dan air mata kita itu. selain bertumbuh, hidup kita sedang bergeser dari mencari-makna menuju menjadi-makna.

saat-saat kita sibuk mencari makna adalah saat-saat di mana kita ingin sebaik-baiknya berguna untuk diri sendiri. kita memilih sebaik-baik sekolah, pekerjaan, pasangan, bahkan hal-hal harian seperti pakaian dan makanan. saat-saat itu kita sibuk mengumpulkan nilai untuk diri sendiri, belum tentu yang kita lakukan juga berguna bagi orang lain.

saat-saat kita sibuk menjadi makna adalah saat-saat di mana kita belajar membangun saling ketergantungan dengan lingkungan. kita belajar menerima, melepaskan, memaafkan, melupakan, memperjuangkan ulang. saat-saat itu adalah kebalikannya, apa yang kita lakukan insyaAllah berguna bagi orang lain, apalagi bagi diri sendiri.

kamu lelah, tentu. jangan simpan rasa lelahmu. istirahatlah setiap perlu. lalu, kembalilah menjadi-makna. tidak masalah apapun bentuknya. percayalah bahwa yang menjadi-makna selalu lebih hebat daripada yang terus-terusan mencari makna, daripada yang terus-terusan berpikir hendak menjadi apa tanpa melakukan apa-apa, atau yang mementingkan diri sendiri semata.

hidup kita bukan rangkaian pencarian, melainkan rangkaian penemuan. lakukan saja dan jadilah saja. hanya mereka yang melakukan dan yang menjadi yang bisa menemukan, termasuk makna-makna kehidupan yang kita pertanyakan.

Noted banget ini, Teh Uti! 

“Hidup kita bukan rangkaian pencarian, melainkan rangkaian penemuan. lakukan saja dan jadilah saja. hanya mereka yang melakukan dan yang menjadi yang bisa menemukan, termasuk makna-makna kehidupan yang kita pertanyakan.”

(via novieocktavia-deactivated201808)

  1. dinishu reblogged this from prawitamutia
  2. tehhh reblogged this from langenpuspita
  3. kata-moon reblogged this from langenpuspita
  4. langenpuspita reblogged this from prawitamutia
  5. panggiluma reblogged this from prawitamutia
  6. pipi-senja reblogged this from prawitamutia
  7. tekashirinkato reblogged this from ummuikrimah
  8. albarardella reblogged this from kerudunghitam
  9. prawitamutia posted this