Setiap wilayah di suatu negara, daerah kependudukannya dibagi atas dua lapisan. Desa dan kota. Untuk kota sendiri, lebih difungsikan sebagai ladang pemikir dan penggerak dari modernitas. Lingkup lebih luas dari desa dan biasanya terdiri dari berbagai elemen dan masih identik dengan gedung-gedung bertingkat. Simbol perkotaan. Contoh nyata yang membedakan batasan bentuk perkotaan dengan pedesaan bisa dilihat di negara-negara di belahan Asia. Jepang, Tiongkok, Korea termasuk juga Indonesia.
Desa | vil·lage | ˈvilij/ | noun | a group of houses and associated buildings, larger than a hamlet and smaller than a town, situated in a rural area.
Gambaran desa yang terpapar di film The Wailing (Hangul: 곡성; RR: Gokseong)sangat begitu pas dengan tipikal desa-desa seperti di dalam penggambaran sebuah kisah dongeng. Dengan diapit pegunungan dan hutan-hutan, seakan-akan memang ada kesengajaan bahwa desa ini harus selamanya desa. Modernitas sangat tidak dibutuhkan (secara fisik). Memang ada piranti pemerintahan yang memang harus ada. Aparat desa, kepolisian, minimarket dan lainnya. Itu pun tidak mengubah kondisi asli desa tersebut.
Desa kecil yang sunyi, suram dari hingar bingarnya banyak ragam problema selayak kota. Desa yang berisi petani dan tukang kebun kebanyakan. Seperti kebanyakan desa, warganya terlalu guyub. Saling mengenal saling membanal. Lumrah. Ujung-ujungnya kembali rukun, masih dengan dendam atau malah sebaliknya. Namanya juga hidup di desa.
Hingga suatu ketika, bila ada orang asing bertandang, Menancapkan pasak kehidupan, Dan menjadi bagian dari yang terasing dari yang dianggap asing, karena selamanya hidup dalam keterasingan, itulah dipandang masalah pun datang. Itu lah yang dialami seorang tua asing asli Jepang. Mengendap di gundukan tanah cuilan Korea yang berisi orang-orang yang ikhlas nyinyir dengan suka cita. Para warga rasan-rasan. Yang asing itu agamanya ini, sukanya itu, jangan melakukan itu agar orang asingnya gak begitu, ati-ati orang asing akan begini dan begunu… Selalu begitu.
Demikian juga yang dirasakan oleh pak polisi desa itu. Ketika berkasus pada beberapa kisah pembunuhan keji-kejam. Seakan-akan ada campur tangan Tuhan. Bukti-bukti tidak beraturan. Ada yang bilang karena keracunan jamur, ada yang bilang karena faktor umur, ada yang bilang jangan bilang-bilang kalau desa setempat sedang dalam kondisi mendapat kutukan.
Jangan heran bila kita membicarakan kisah ganjil. Klenik. Dan penuh aura hitam. Namanya juga desa. Masih kental manis dengan nuansa mistis. Desa setempat masih menganggap iblis dan jin adalah makhluk terhebat. Jangan heran.
Hingga kasus semakin susah diurus. Aparat kepolisian dibikin kalang kabut. Kisah semakin mengkerucut ketika salah satu polisi dihadapkan pada kenyataan getir, sang anak tersayang mendadak mengalami dampak yang sama persis dengan apa yang para korban sebelumnya alami. Gejala-gejala yang ditunjukkan pun tak ada yang beda. Mengigau didatangi makhluk jahat. Mengejang. Berteriak-teriak seakan teror sudah dialaminya.
Kini tinggal usaha sang ayah (polisi) yang memecahkan kasus ini sendiri (namun dibantu salah satu mitra polisi, pendeta yang sedikit bisa berbahasa Jepang hingga Mudang a.k.a Dukun )demi menyelamatkan nyawa putri satu-satunya.
Kepingan-demi-kepingan teka-teki yang berceceran terpaksa harus disusun kembali demi menemukan misteri yang ada dibalik semua kejadian yang menimpa seluruh isi desa ini. Dapatkah dia memecahkannya??? (Walo kadang ragu, karena ada campur tangan Tuhan di dalamnya….. )
Sebuah film Horror, Misteri berbalut fantasi pun lagi-lagi dengan jumawa membikin gue sakit hati. Bikin gue gila sendiri. The Wailing sukses membuat gue melupakan The Witch tempo hari. Sebuah horror yang mencekam dari opening hingga film berakhir. Bayangkan saja, dengan durasi dua setengan jam lebih, gue dibawa sang sutradara untuk menjadi saksi bisu atas peristiwa yang berlapis-lapis kayak kue lapis. Kita tau, tapi tidak bisa mengasih tau. Tapi seiring berjalan, ke-tau-an kita justru ketidak-tahuan kita. Film ini menggulung emosi kita sebagai penonton. Mengacak-acak sudut pandang kita sebagai penonton yang seharusnya tidak tau apa-apa. Film ini memancing kita untuk tau sedikit dari apa yang warga desa di film ini tau. Tapi kita nyatanya justru menjadi yang paling tidak tau dari yang paling tidak tau sekalipun.
Setting lokasi yang creepy. Pemandangan alam yang asli. Hujan, kabut dan hawa dingin yang menyelimuti, terasa menusuk gue yang kebetulan saat itu menonton seorang diri.
Jajaran pemain yang “setan” semuanya. Masing-masing memiliki kekuatan yang saling menguatkan performa lawan main ketika beradu akting di lokasi syuting. Pak polisi yang jauh lebih real ketimbang Yoo Shi-jin yang kece mentereng bikin mata jereng di serial drama korea Descendant of the Sun. Di film ini pak polisinya “ancur” melebihi wujud kue cucur. Dan malah memang ya beginilah sosok polisi yang biasanya. Emang repot juga sih, dikasih polisi keren, dibilang hanya dalam film. Dikasih polisi “pas-pasan”, komennya malah apa gak ada yang lebih bagusan?…
Kehebatan film ini memang tak lepas dari andil sang sutradara. Mengemas film ini dengan cukup sempurna. AGAK SPOILER, LEWATI PARAGRAF INI KALO BELUM NONTON…Jadi gini, ketika gue mempertanyakan, “lha kenapa kok ada kertas foto, kan di desa gak ada tukang cetak foto (kalo pun ada pasti bakalan ditangkep polisi lah)… Eh ndilalah… Ternyata….
. . . . . .
Sedemikian banyaknya pertanyaan yang membutuhkan jawaban, dengan lacurnya semuanya terjawab di setiap pilahan cerita. Hingga akhirnya yang terakhir bukan lah yang terakhir. Film ini sebagai bukti bahwa mengemas kisah horror berbalut mistis tak harus menjadi penulis skenario (yang terkadang juga karena dipengaruhi produser) bodoh yang menjadikan tokoh “mistis"nya nampak bodoh…
Salut untuk Na Hong-Jin, dan semua yang sudah terlibat di dalamnya…
Terakhir, gue akan mencantumkan apa yang menjadi pembuka di film ini….
See my hands and my feet, that it is I myself. Touch me, and see. For a spirit does not have flesh and bones as you see that I have.” - Luke 24:37-39
Rating : 4,5 dari 5 mantraaaa
The Wailing | 2 h 36 minutes | Na Hong-Jin