-

Kesedihan Sang Semut

image

image from: moslem-eagle.blogspot.com

Seperti hari sebelumnya, terlihat sesosok semut di kala sore menjelang. Namun kali ini ada yang berbeda. YA! Langkahnya, semut itu berjalan dengan langkah gontai. Terlihat sedih.

Sesampainya di sarang, sang semut mulai bercerita pada saudaranya. Ternyata kali ini satu lagi kawannya akan pergi. Meski setelah menceritakan kesedihannya dia merasa sedikit lega, tapi otaknya terus berfikir. Berfikir terus memikirkan hal ini. Sampai keesokan harinya sang semut pun jatuh sakit. Dia tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya. Dia kesal, dia marah. Mengapa satu per satu kawannya pergi dan tak lagi bisa bersamanya. Apa dia terlalu malas bekerja? Apa temannya memang tidak lagi peduli padanya? Apa memang takdir memang tidak mengizinkannya pergi? Terlalu banyak pertanyaan yang muncul dan tidak seorang pun dapat menjawab pertanyaannya.

Sehingga dia ingin menceritakan pada kakaknya yang paling bijak, namun dia terlalu sibuk sampai akhirnya sang semut pun memendam masalahnya sendiri. Dia berkeliling seluruh negeri untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Namun tetap tidak ditemukan jawaban yang memuaskan. Sampai akhirnya dia lelah. Lelah mencari, lelah bercerita. Sang semut pun memutuskan untuk pulang ke rumah, dan pada saat itulah ia melihat selembar kain yang dilihatnya setiap hari. Sajadah. YA! Inilah jawaban atas semua pertanyaannya. Disinilah seharusnya dia menceritakan semua masalahnya, menangis sejadi-jadinya tanpa satupun yang ditutup tutupi.

Ia menyesal, seharusnya ia lebih menaruh perhatiannya disini, bukan yang lain. Ia menyesal mengapa hanya pada saat sedih dia kembali kesini, menangis disini. Tapi saat senang? ditengok pun tidak. Tapi kain ini tetap setia menunggu kedatangan sang pemilik.

Tapi, apakah sang semut bisa terus setia menunggu seperti sajadah?