Mahasiswa VS Profesionalitas

pict by : https://artaazzamwordpresscom.wordpress.com/2015/11/11/prawoto-mangkusasmito-pejuang-yang-sederhana/

Sepertinya harus banyak-banyak pemuda zaman ‘now’ belajar dari sejarah. Tak usah yang jauh-jauh, bagi mereka yang anti dengan budaya arab atau budaya luar lainnya, mari saya perlihatkan sedikit lembaran sejarah bangsa ini.

Adalah Prawoto Mangkusasmito, salah satu Bapak bangsa yang bersahaja bagi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mungkin tidak banyak yang mengenalnya, melihat fotonya sepertinya lebih banyak lagi yang tidak pernah, maka itu sengaja saya masukkan gambarnya di sini.

Ke-sahaja-an beliau saya ambil dari kisah hidupnya. Bapak bangsa yang secara fisik (mohon maaf) tidak terlalu tinggi ini, tidak mengalahkan ketinggian sikap dan integritasnya. Kalau boleh saya bilang, kisah ini adalah bagian dari Profesional yang pemuda (mahasiswa) harus meniru banyak.

Beliau divonis oleh dokter untuk membatalkan agendanya menuju Banyuwangi, bagian timur Pulau Jawa. Waktu itu agenda yang beliau rencanakan adalah bertemu dengan konstituennya (rakyat kecil, petani) di daerah Banyuwangi.

Vonis dokter yang mengatakan untuk membatalkan saja agenda ke Banyuwangi tidak diperhatikannya. Alasannya sederhana, karena ia telah berjanji untuk datang ke Banyuwangi menyambangi rakyatnya yang (mungkin) sedang ingin didengar-i aspirasinya. 

Kunjungan ke akar rumput bagi beliau sangat berharga, menambah semangat dalam berjuang di parlemen katanya. Bahwa yang beliau bela itu hak rakyat yang telah mempercayakannya untuk menjadi wakilnya, maka kesungguhan itu yang kelak membuatnya mengalahkan (maaf) kecilnya fisiknya. Sakit tersebut tidak mengurungkan niatnya, hingga ia akhirnya sakit dan berpulang dalam perjalanan dinasnya. (Untuk lebih detail bisa dilihat di “Alam Pikiran dan Jejak Perjuangan Prawoto Mangkusasmito Ketua Umum (terakhir) Partai Masyumi”.

Pemuda zaman sekarang berhasil dinina-bobokan dengan keadaan. Karena temannya tidak bisa datang on-time, maka alasan “nanti juga telat kok acaranya” semuanya pun telat.

Pemuda zaman sekarang kurang greget kerjanya. Karena alasan “Mahasiswa tempatnya salah” akhirnya kinerjanya setengah-setengah pun kalau nanti salah, tidak lupa dengan jargonnya “namanya juga mahasiswa”.

Ah, kalau begini terus bagaimana mau ada perbaikan?!

Tentang profesionalitas, kita harus berkaca pada para pendiri bangsa. Integritas kuat yang tertanam di dalam jiwa membuat mereka tidak pernah luput dengan apa yang dikata. Bagi mereka perbuatan harus selaras dengan perkataan. Tidak ingin kabura maktan ketika tidak melakukan yang dikatakan. Maka mereka menjaga benar apa yang namanya profesional!

Seharusnya, mahasiswa pun mengikuti contoh baik tersebut. Apa sih yang harus dicontoh?

Tentu profesionalnya!

Meski tidak harus sampai menggadaikan nyawa karena sakit fisiknya, tapi tingkatan profesional itu harus meningkat setiap waktu. Jangan sekarang dan besok 5 tahun lagi, organisasi mahasiswa (masalahnya) sama saja. Acara besar tidak tersiapkan dengan baik. Menejemen kegiatan berantakan tanpa persiapan. Terkadang pembicara malah yang jadi korban.

Mahasiswa memang tidak punya banyak uang, toh bukan itu yang menjadi garis besar perhatian. Sikap dan niat untuk memperbaiki yang harus dimiliki. Kalau sudah salah ya akui, asal besok ada perbaikan. Tapi ingat perbaikan tidak hanya terjadi ketika menjabat sebagai “sesuatu”. Besok lusa kalau sudah demisioner jangan lupa dengan perbaikan.

Karena hakikatnya perbaikan dilaksanakan berkelanjutan. Bukan malah lupa karena sudah jadi mantan.

Milikilah sikap “besar”. Tidak perlu menunggu menjadi “besar” tapi mulai lah saat masih kecil, sehingga kalau waktunya (menjadi orang besar) tiba, maka kita sudah siap karena kapasitas personal sudah pas dengan standar (orang besar) tersebut.
You are using an unsupported browser and things might not work as intended. Please make sure you're using the latest version of Chrome, Firefox, Safari, or Edge.