Jika Papa adalah wirausaha yang gemar menawarkan tumpangan kendaraan, orang-orang di sekitarku adalah insan-insan mulia yang segan memangku tangan.
Contohnya saja, Ibu warteg langganan. Aku jarang membeli di sana tetapi ketika sedang tidak masak, makanan warteg ibu tersebut selalu menjadi pilihan. Satu yang paling mengesankan dari ibu ini ialah sikap baik nan hangatnya tiap aku membeli atau sekedar lewat dan menyapa. Yang semakin membuatku merasa bersyukur lagi, adalah inisiatifnya untuk selalu memberiku bonus buah padahal uang yang kubayarkan hanya cukup untuk makanan.
Tiap aku mencoba mengelak dari pemberiannya, beliau berkata,
“Enggak apa. Buat cuci mulut.”
Sederhana sekali, ya?
Namun, jujur. Ketulusannya itu memotivasiku untuk berbuat baik lagi dan lagi. Mungkin, bagi kebanyakan orang memberi buah gratis termasuk hal biasa. Akan tetapi, ketika hal tersebut dilakukan berulang-ulang dan pemberiannya pun tulus tanpa mengharap balas; bagiku itu luar biasa.
Hebat, malah. Karena dalam sesaknya kebutuhan ekonomi, beliau masih mau berbagi. Mengharukan sekali. Aku jarang menemukan orang-orang seperti ini :’)
Sekalipun dalam pola pikir, harta yang kita miliki serba berkekurangan, semoga kita termasuk orang yang tangannya senantiasa teringankan untuk berbagi. Lagipula, tidak ada yang kurang, InshaAllah. Segala sesuatunya sudah Allah takar. Tinggal bagaimana kita mau peka menyadari atau tidak.
Semangat berbagi! :)
(*)
Jakarta, 29 Oktober 2016
Jakarta, 20 Mei 2017 (edit)