Avatar

Kresnoadi, beserta hidupnya yang abnormal.

@keribakeribo-blog / keribakeribo-blog.tumblr.com

Avatar

Salah Kamar

Oh, hell no.

Gue nggak tahu apa yang terjadi sama Tumblr. Tapi satu tumblr gue (bukan yang ini) tiba-tiba nggak bisa dibuka. Setiap kali gue masukin email dan password, selalu tertulis kalau email gue tidak terdaftar. Masalahnya adalah, NGGAK TERDAFTAR DARI MANA MONYOOONG!!

Padahal tumblr itu adalah salah satu alter ego gue. Tempat gue bikin tulisan-tulisan pas entah lagi kesambet apa. Entah itu puisi norak kayak jaman SMA maupun quote-quote sok sedih atau romantis. (Hey, everybody needs pelampiasan kan? Hehehe.) Gue ngebuat itu kayak buku gambar yang bisa gue corat-coret dengan asal. Tanpa perlu takut dan malu bakal diliat orang.

Di sisi lain, setelah gue liat-liat lagi, tulisan di sini kok malah jadi ke mana-mana ya. Padahal gue ngebuat tumblr ini niatnya untuk mengupdate progress dari buku Tunggang Langgang yang lagi gue kerjain. Daripada malah jadinya semakin salah kamar, akhirnya gue memutuskan untuk membuat Tumblr yang isinya adalah ‘pindahan’ dari tumblr gue yang eror itu, sekaligus menuangkan tulisan-tulisan yang tidak layak masuk ke keriba-keribo.com.

Jadi, mulai saat ini, tumblr ini bakal bener-bener berisi kelanjutan dari pengerjaan naskah dan segala tetek bengek yang ada. Kalau ada yang nyasar ke sini gara-gara tulisan-tulisan tentang cinta di bawah, atau quote-quote, atau apapun yang pernah gue post di sini selain update Tunggang Langgang, kayaknya juga bakal gue pindahin ke Tumblr baru.

So, buat yang mau liat ‘buku coret-coretan’ gue, bisa ke The Freeness. Sementara kalo mau baca tulisan keseharian gue yang abnormal, tetep bisa cek di keriba-keribo.

So, stay healthy, happy fasting and see you (kapan-kapan)! \(w)/

Avatar

Kayaknya Gue Udah Kebanyakan Main Twitter Deh..

Satu hal yang masih jadi pertanyaan di kepala gue sampai sekarang adalah persepsi bahwa seseorang harus memperjuangkan cinta.

Gue sama sekali nggak paham dengan hal itu. Apanya sih yang harus diperjuangkan? Mendengar orang mengucapkan ‘Lo perjuangin dia dong! Katanya cinta?!’ rasanya sudah terdengar aneh di telinga gue. Gimana pula itu caranya memperjuangkan cinta? Apakah dengan terus-menerus memperlihatkan rasa sayang kita? Memperjuangkan cinta, buat gue, terasa seperti merebut sesuatu dari orang lain. Kayak ada orang yang disekap, lalu, kita, dengan segenap rasa sayang (dan sambil bawa-bawa bambu runcing) berusaha ‘membebaskan’-nya.

Mungkin, orang yang berhasil memperjuangkan cintanya juga akan melakukan perayaan, sama seperti pejuang kemerdekaan jaman dulu.

“Hore! Aku cinta kamu dan kamu berhasil aku dapatkan! Dia memang terkutuk!!”

Abis itu upacara.

Lagipula, dalam memperjuangkan cinta, kita itu berjuang melawan siapa? Pacarnya? Orangtuanya? Dianya? Kalau memang harus sekeras itu, apakah itu artinya mencintai dan dicintai harus satu paket? Karena, tujuan kita memperjuangkan cinta itu kan supaya kita dicintai balik.

Mengapa kita tidak bisa memisahkan keduanya? Seperti halnya follow dan difollow. Kita bebas mencintai siapa saja, seperti halnya kita bebas memfollow siapa pun. Mungkiin orang yang memperjuangkan cinta mirip seperti orang yang sudah memfollow orang lain, lalu bersikeras supaya orang tersebut memfollback-nya. Caranya? Bisa dengan bikin mention romantis, lucu, atau yang bikin dia penasaran dan akhirnya kepincut dengan kita. Ada juga yang berusaha keras me-mention berkali-kali, sampai, pada akhirnya, si orang yang dimention capek dan follow balik cuman karena gak enak aja.

Cinta juga gitu kan?

Ada orang-orang yang menerima cinta orang lain, karena gak enak.

Tapi, bedanya cinta-cintaan ini dan dunia Twitter, adalah…

Pada cinta, kita cuman boleh follow satu orang.

Well, dari ngomongin perjuangan cinta kok jadi nyambung ke mana-mana gini. Efek kebanyakan main Twitter nih. \:p/

Avatar

Tentang Zona Nyaman

Dari kecil, banyak sekali kalimat motivasi yang datang dan pergi. Kalimat-kalimat ini, seolah sihir yang kalau seseorang pikirkan, bisa membuat dia sukses. Mulai dari “Love what you do, do what you love”, “kejar cita-cita setinggi langit”, sampai “keluar dari zona nyaman”.

Gue pengin membahas yang terakhir.

Katanya, untuk menjadi manusia yang lebih baik, kita harus keluar dari zona nyaman. Kita harus pindah tempat. Kita harus beralih posisi.

Belakangan ini gue seperti menemukan kesalahpahaman tentang arti dari zona nyaman ini.

Banyak di antara teman-teman gue, yang memaksa orang lain untuk ‘berubah’. Untuk pindah dari tempatnya sekarang, dan keluar dari zona nyaman.

Sampai di satu titik gue berpikir, apa sih arti dari zona nyaman?

Buat gue, zona nyaman adalah posisi di mana kita tidak mau berkembang. Zona nyaman, berada di dalam pikiran kita sendiri. Zona nyaman, bukanlah sebuah tempat real di dunia ini. Terkadang kita suka salah dalam mengartikan hal ini. Seseorang yang hobi bermain bola, yang setiap sore berlatih sendirian sampai hujan-hujanan di lapangan kompleks, kita paksa untuk keluar dari zona nyaman, supaya dia menjadi orang terpelajar. Memaksanya menjadi insinyur dengan alasan ‘bola adalah zona nyamannya dan dia harus keluar dari sana’.

Seseorang yang setiap hari menggambar komik, mencintai karakter dan anime, kita paksa untuk keluar dari zona nyaman tersebut, supaya dia belajar matematika. Memaksanya melanjutkan sekolah, supaya kelak dapat menjadi dosen dan mengajar di kampus ternama.

Buat gue, zona nyaman bukanlah itu.

Zona nyaman si pemain bola, bukanlah ‘bola’. Jika si pemain bola ini benar-benar mencintai ‘permainan bola’, maka zona nyamannya, adalah porsi latihan. Zona nyamannya, adalah lapangan tempatnya berlatih yang hanya sebatas lapangan kompleks. Zona nyaman si komikus, adalah kebiasaannya menggambar sendirian di rumah. Zona nyamannya, adalah bagaimana dia tidak berani mencetak, atau menawarkan hasil gambarnya kepada brand di luar sana.

Banyak sekali orang yang beranggapan bahwa kita harus mampu melakukan segala hal. Semua semata-mata dengan permakluman zona nyaman ini. Lionel Messi, kalau di Indonesia, mungkin sudah disuruh berhenti main bola dan latihan akting untuk menjadi pemain sinetron 7 Manusia Harimau dengan alasan keluar dari zona nyaman.

Zona nyaman bukanlah pindah tempat, melainkan pindah cara, untuk terus berkembang.

Avatar

Menunggu

Hahahaha ternyata udah hampir 20 hari nggak update di sini. Maafkan daku yang nggak konsisten ini. First thing first, gue mau bilang terima kasih buat temen-temen yang kemaren mau sukarela jadi proofreader untuk Keriba-Keribo edisi revisi. Sejauh ini baru mau benerin itu. Karena sekarang kerjaan baru gue sangat-sangat menyita waktu, jadinya malah gak jalan lagi. Hehehehe. \:p/

-- Mau lanjut ngomongin yang lain aja deh.

Gue akan memulai tulisan ini dengan sebuah pertanyaan: Kenapa ya semakin ke sini, menunggu itu semakin gak asik?

Semakin ke sini, teknologi membuat kita untuk menuntut orang lain. Aplikasi-aplikasi chatting itu adalah contoh gampangnya. Kita jadi tahu apakah orang itu sudah membaca pesan dari kita atau belum. Masalahnya bukan pada aplikasinya. Masalahnya, ada pada respon yang kita berikan selanjutnya.

Gue sangat yakin tujuan dibuatnya teknologi itu supaya kita merasa nyaman. Kita merasa aman bahwa ‘Wah, pesan gue udah sampai ke orangnya nih. Nggak pending atau nyasar ke mana-mana.’

Tujuannya, adalah membuat kita bahagia.

Bayangkan pada masa surat menjadi satu-satunya media komunikasi. Kita sepenuhnya memberikan kepercayaan pada pak pos. Kita, di antara berbagai keraguan, menyerahkan pesan kepada orang yang tidak kita kenal. Kita tidak tahu kapan surat tersebut sampai di tangan si penerima. Kita tidak tahu apakah si pak pos mengintip isi surat kita. Kita tidak tahu apakah orang yang kita tuju, setelah membaca tulisan kita, segera menuliskan balasannya.

Kita menunggu dengan campuran rasa cemas, bahagia, panik. Tapi, kita menunggunya dengan perasaan tulus.

Seberapa lamanya balasan itu datang, kita akan tetap melonjak ketika pak pos sampai di depan rumah dan memanggil nama kita. Senyum kita akan melengkung dengan sendirinya.

Sekarang kembali ke era saat ini. Saat di mana kita justru berharap, sebal, marah, apabila kita tahu bahwa si orang yang kita kirimkan pesan sudah membaca, tetapi tidak segera membalasnya.

Satu menit, sepuluh menit, lalu tambahan beberapa menit kemudian, kita sudah berpikir macam-macam tentang orang ini.

Kita tidak lagi menunggu dengan tulus. Atau sebenarnya, ada yang salah dengan cara kita menunggu?

Avatar

Soal Kesempurnaan

Pernah tahu nggak komunitas orang-orang yang mencari hewan-hewan cacat di jalan? Atau seseorang, yang, membuat yayasan, untuk orang-orang lain? Gue sendiri berada dekat dengan orang-orang seperti itu. Salah seorang tetangga sekaligus teman main semasa kecil, pernah meninggal karena kanker darah. Orangtuanya sudah berusaha penuh. Berpindah dari satu dokter, ke dokter lain. Dari dalam negeri, sampai keluar negeri. Dari yang semakin lama semakin membaik, sampai akhirnya, dia harus dipanggil ke hadapanNya.

Selang beberapa lama, orangtuanya membuat yayasan untuk orang-orang pengidap kanker darah. Orangtuanya, pada akhirnya, mencintai orang-orang yang memiliki nasib sama seperti anaknya. Tetapi, mereka tidak mau orang-orang ini berakhir sama seperti anaknya.

Kisah tentang orang-orang yang begitu cinta kepada hewan-hewan “jalanan” juga banyak kita temukan. Temen kampus gue sendiri, adalah salah satunya. Dia seringkali mencari kucing cacat di jalanan. Entah yang kakinya patah, penyakitan, bulunya rontok, badannya penuh darah. Pokoknya, kucing-kucing yang “tidak normal”.

Sama seperti orangtua tetangga gue itu, teman gue ini juga mencintai kucing itu sepenuhnya.

Dia hanya akan merawat kucing-kucing tersebut sampai normal, kemudian mencari orang-orang baik yang bersedia mengadopsinya.

Kayaknya, semakin “rusak” sesuatu yang kita miliki, akan membuat kita menjaganya dengan lebih hati-hati.

Headset yang rusak akan dimasukkan ke kantung dengan pelan-pelan.

Kamera yang tidak punya penutup lensa akan sering-sering dilap dengan tisue.

Gelas yang sudah retak tidak akan kita isi dengan air yang terlalu panas.

Semakin kita sadar bahwa barang-barang itu memiliki kelemahan, kita akan semakin takut kehilangannya. Kita akan, merawatnya dengan lebih tulus.

Mungkin ini juga yang terjadi pada manusia. Kita terlalu sering menganggap “dia” sebagai sosok yang sempurna. Seseorang yang tanpa cela. Seseorang, yang, tidak punya apapun untuk disalahkan. Itulah sebabnya, begitu kita tahu dia tidak sesempurna yang kita bayangkan, semuanya jadi hancur. Sama seperti konsep barang-barang tadi, mungkin, kita memang harus menganggap “dia” sebagai sosok yang rapuh. Sosok yang memang, sama seperti orang-orang lainnya, memiliki banyak kelemahan.

Mungkin dengan cara itu, kita akan menjaganya dengan lebih hati-hati.

Avatar

Salah dua foto yang ada di ebook keriba-keribo edisi revisi. Fotonya dua tahun lalu. :))

Avatar

Tunggang Langgang Butuh Proofreader!

Beberapa update soal Tunggang Langgang:

Satu. Naskah Tunggang Langgang sendiri udah sampe draft 5. Artinya, gue sudah melakukan lima kali perubahan (edit) naskahnya. Udah gue bikin, baca dari awal sampai akhir, edit tulisannya, baca lagi, edit lagi. Begitu terus sampai lima kali.

Dua. Buat yang belum tahu, Tunggang Langgang nanti akan diproduksi dalam bentuk boxset. Jadi, nggak cuman buku batangan gitu aja. Tetapi, akan di-package dengan barang-barang lain. Sejauh ini, gue baru bisa mengabarkan akan ada tambahan CD dan gelang di dalam boxsetnya. CD-nya berisi ebook Keriba-Keribo edisi revisi, dan beberapa video yang masih dirahasiakan. Selain itu, pokoknya masih rahasia. Hehehe.

Tiga. Gue butuh bantuan temen-temen. Karena naskah Tunggang Langgang udah masuk draft lima, gue mau mengajak sebagian temen-temen untuk menjadi proofreader, alias pembaca pertama sebelum bukunya diproduksi. Jadi, sebagian dari kalian akan jadi orang pertama yang tahu Tunggang Langgang ini, dan wajib memberikan masukan tentang tulisannya. Entah itu dari cara penulisan, tema, atau apapun. Ini sekaligus untuk memperbaiki kualitas tulisannya sebelum akhirnya dirilis. Karena gue juga butuh mendengarkan pendapat dari sisi pembaca. :)

Empat. Supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (kayak misalnya, setelah naskahnya gue kasih, terus orangnya ngilang gitu aja. Atau malah diakuin sebagai milik sendiri), gue harus tahu siapa kalian. Gue juga tidak mau ada yang cuman bilang, “Jelek nih!” atau “Font-nya gak asik!” tanpa memberi masukan yang berarti. Gue harus tahu ‘siapa’ si proofreader ini. Nah, makanya, untuk pertama, gue akan memberikan sebagian temen-temen ebook Keriba-Keribo edisi Revisi untuk dilakukan proofreading. Setelah mendapatkan ebook ini, kalian cukup baca satu kali sampai habis. Lalu catat hal-hal apa yang paling diingat dan dirasakan terakhir kali. Kemudian, kalian baca sekali lagi sambil amati tulisannya. Apakah menurut kalian font-nya jelek. Atau ada typo. Atau ada kalimat yang bikin bingung. Kalian catat selengkap-lengkapnya. Ini juga sekaligus untuk menyeleksi mana yang benaran cocok untuk proofreader Tunggang Langgang, dan mana yang enggak.

Lima. Untuk yang ingin membantu, silakan lampirkan data diri, contoh buku bacaan yang disuka, dan alasan kenapa mau jadi proofreader ke akun LINE @keribakeribo (pakai ‘@’) atau email kresnoadidh@gmail.com. Nanti akan dipilih beberapa orang yang menjadi proofreader Tunggang Langgang.

Terima kasih atas kerjasamanya. :)

Avatar
Jangan takut gagal karena gagal bukan pacar kita. Itu.

Kresnoadi DH

Avatar

Untuk Siapa Tunggang Langgang

Udah beberapa postingan di sini dan gue baru sadar kalo belum nyeritain sama sekali soal Tunggang Langgang. Maafkan daku yang cupu ini teman-teman. Muehehehe.

First thing first, apa itu Tunggang Langgang?

Pernah denger nggak berita tentang gajah yang masuk ke pemukiman karena habitatnya rusak dan tidak bisa ditinggali? Atau cerita tentang harimau yang turun ke jalanan keluar dari hutan?

Tunggang Langgang adalah buku nonfiksi yang bercerita tentang seseorang yang selalu berada di habitat yang salah. Mungkin ada di antara temen-temen yang pernah merasakan berada di tempat yang tidak pas. Seperti misalnya, salah jurusan sekolah, atau disuruh nyokap ikut pengajian RT padahal tetangga aja nggak ada yang kenal. Atau berada di tongkrongan temen yang bikin kita pengin cepet-cepet pulang. Atau mungkin, ada temen-temen yang bercita-cita ingin jadi polisi tapi malah masuk keperawatan. Atau juga, kisah cinta yang tidak berada di tempat yang benar. Pokoknya, sebuah tempat yang bikin kita jerit ‘Bukan gue banget nih!’ Atau berada dalam posisi di mana kita berbicara ke diri sendiri kalau this is not the place where I want to stay with.

Tunggang Langgang, berisi kisah-kisah seperti itu.

Bagaimana gue seringkali berada di dalam suatu kondisi yang… lho, gue bukan di sini nih harusnya. Bagaimana gue berada di habitat yang salah. Sebagian berisi tulisan dari blog keriba-keribo, tetapi banyak juga yang sama sekali tidak ada di sana. Totalnya ada 12 bab (masih bisa berkurang atau bertambah). Yang lucu adalah, seiring dengan proses menulis Tunggang Langgang, gue seperti ‘diarahkan’ kepada habitat yang benar. Proses menulis Tunggang Langgang seakan menjadi cerminan kepada diri sendiri bahwa gue bisa memilih tempat-tempat tersebut. Gue bisa memilih untuk terus berada di habitat yang salah, atau pindah ke habitat yang benar. Apakah kita harus menetap, atau lari tunggang langgang menuju habitat yang benar. Harapan gue, tulisan-tulisan yang ada di dalam Tunggang Langgang dapat menggiring pembacanya ke habitat sebenarnya.

Nah, udah tahu kan Tunggang Langgang ini untuk siapa. Kalau gitu, tolong bantu sebarkan ya. :)

Avatar
Image

Di dalam CD boxset Tunggang Langgang nanti ada buku digital Keriba-Keribo edisi revisi. Salah satu yang direvisi adalah bab berjudul Lemah ini.

Avatar

Telepon

Kalo udah bosen di depan komputer, cara paling gampang buat gue ningkatin mood biasanya dengan pergi ke toko buku. Berhubung udah lama nggak ketemu, dua hari yang lalu, gue sekalian janjian sama Ucup buat ke gramedia Pondok Indah Mall. Sampai di sana, gue langsung heboh gara-gara ternyata lagi banyak buku yang keren abis! Ucup juga mondar-mandir ke salah satu rak dan ngebuka buku berjudul A Man Called Ove. Satu hal yang kita sadari malam itu adalah: lagi banyak bener buku yang berlatar SMA. Hohoho. Gue langsung ngerasa muda pemirsa! AAAK AKU BESOK MAU UAAAN?! 

Setelah pindah-pindah rak (dan berusaha masukin beberapa buku ke tas diem-diem) gue mengambil buku yang covernya lucu ini:

Image

Buku ini berisi cerita super pendek yang dibuat oleh para penulis Amerika Latin. Setiap cerpen bisa tamat hanya dengan satu paragraf, dan paling mentok cuman 4 halaman saja. Salah satu cerita yang gue demen waktu itu adalah cerita berjudul “Telepon”:

Mari kita realistis: hanya suara tanpa raga yang bisa dihantarkan telepon kepada kita. Diperlukan imajinasi dan keyakinan yang berlimpah untuk selalu mengasumsikan bahwa di seberang sambungan memang ada sosok nyata yang mengeluarkan suara itu.

Beres baca satu paragraf tersebut, gue langsung mikir, ‘Anjrit! Bener juga ya!’ Kenapa ya kita bisa segampang itu percaya sama orang di seberang telepon? Hanya lewat suara, kita dapat membayangkan dia lagi duduk di meja makan, dengan telepon yang sering kita pinjam untuk main Angry Bird, yang menempel di telinga kanannya? 

Kenapa otak kita bisa dengan mudah percaya kalau di sana lagi ada orang yang menggenggam telepon? Kenapa kita bisa dengan gampang nanya, ‘Siapa nih?’ dan begitu dia jawab, ‘Ini Andira.’ kita bakal ngangguk-ngangguk, ‘Oh Andira. Kenapa?’

Kenapa kita tidak pernah curiga dan bertanya, ‘Masa sih Andira? Pasword-nya dulu dong?!’

Kenapa ya hal itu cuman berlaku pada kasus teleponan? Kenapa, orang-orang bisa sedemikian percaya, pada saat ditelepon? Kenapa kalo gue ngomong, ‘Ssst... gue sebenernya Ranger Biru loh.’ yang ada gue malah kena gampar?

Kayaknya, secara tidak sadar, saat teleponan memang merupakan titik di mana orang menaruh kepercayaan penuh kepada siapapun.

Itu kali ya sebabnya ada orang yang bisa ketipu dan mau-maunya disuruh transfer duit cuman lewat telepon. Sekali lagi gue tekankan, CUMA LEWAT TELEPON!

Oke, seharusnya gue membawa mood baik sepulang dari gramedia. Lah, kok ini malah bingung gini?

Avatar

Tunggang Langgang akan dipasarkan dalam bentuk boxset dan digital. Di dalam boxset, rencananya akan ada beberapa barang tambahan lain. Salah satunya CD berisi buku digital keriba-keribo edisi revisi. Jadi, untuk yang kemarin belum sempet beli, bisa langsung dapet di dalam boxset Tunggang Langgang. \(w)/

Avatar

Edisi Revisi Ini

Emang bener ya kata Hemingway kalau “your first draft of anything is shit.” Beberapa bulan lalu, sewaktu baru ngerampungin tulisan untuk Tunggang Langgang, gue iseng baca ulang ebook keriba-keribo. Dan, iya, gue juga pengin muntah. Ngelihat tulisan gue dua tahun lalu itu rasanya kayak... ‘Anjir ini kenapa gue dulu nulisnya begini amat!’ Ada yang sok-sok sastra, ada yang belibet, ada yang gue sendiri nggak ngerti maksudnya apa. Entah karena sekarang gue udah mulai ‘terbiasa’ menulis, atau emang pas ngerjain itu gue sambil kesurupan.

Maka, dengan segala rasa tanggung jawab penuh, gue merasa perlu untuk me-recycle tulisan tersebut. Gue sendiri terinspirasi dari band-band yang banyak membuat album recycle. Kalau lagu boleh didaur ulang, kenapa tulisan enggak?

Mungkin akan terasa seperti cerita lama, dengan penyampaian yang berbeda. Cerita yang disampaikan oleh orang lain. Oleh orang, yang, nggak harus nanya, ‘Lo ada waktu gak? Gue mau cerita deh.’ Yang nggak sok-sok puitis sehingga membutuhkan effort untuk mendengarnya. Cerita yang disampaikan oleh orang yang tiba-tiba nyerocos aja di depan idung. Dan kita santai aja menanggapinya. Mudah-mudahan sih gitu. Muehehe.

Buku digital keriba-keribo edisi revisi ini nantinya akan gue jadikan satu dalam boxset Tunggang Langgang.

Sekarang, lanjut ngedit dulu. :)

Avatar

Kenapa Tumblr?

Beberapa hari lalu, gue sempet ngobrol-ngobrol sama @prawitamutia soal Tumblr. Terus terang, hasil pembicaraan itu bikin gue seneng banget. Sebelum memutuskan menggunakan platform blogspot untuk keriba-keribo, gue sebenarnya sudah lebih dulu main Tumblr. Dan betul kata Mutia, ada perbedaan mendasar antara para pemakai Tumblr dan platform lain. Buat banyak orang, Tumblr seperti kamar tidur sendiri. Mungkin sederhana, kecil, berantakan. Tapi, that’s our bedroom. Kita selalu nyaman berada di kamar tidur. Di kamar tidur, kita bisa berteriak-teriak, menyanyi, menari, menangis, menatap poster idola sampe bego, cekikikan, loncat-loncat, senyum-senyum sambil meluk guling sewaktu ngelihat nama gebetan malem-malem di layar telepon.

Kita berekspresi sebebas mungkin di kamar tidur.

Kita berekspresi sebebas mungkin di Tumblr.

Kita menjadi jujur sewaktu di kamar tidur.

Kita menjadi jujur sewaktu di Tumblr.

Itulah kenapa, kebanyakan para pengguna Tumblr selalu malu apabila bertemu dengan orang lain secara langsung dan membahas hal-hal yang dipostingnya di Tumblr. Kalau Mutia langsung ngumpet di balik pohon, gue paling bakalan nyengar-nyengir gajelas sambil sok cool. Padahal celana udah basah kena pipis sendiri saking malunya. Rasanya seperti ada orang yang mengintip melalui CCTV di kamar tidur kita, lalu, ketika kita melangkah keluar, ada seseorang yang nanya, ‘Tadi lo nyanyi apa jam 10 malem di kamar? Bagus banget’.

Sumpah, itu rasanya malu banget pasti.

Hal itulah yang sampai saat ini masih gue lakukan di keriba-keribo.

Sekarang, gue lagi mengerjakan projek Tunggang Langgang. Dan gue ingin membuat ini sedekat mungkin. Gue ingin membuatnya di dalam kamar tidur, sebebas dan sejujur mungkin. Gue harap, di sini, gue bisa membuka pintu kamar tidur, mempersilakan semua orang masuk, dan melihat apa yang sedang gue kerjakan. Oh, bukan. Karena kamu sudah masuk ke kamar tidur gue, silakan ikut bermain bersama.

Let’s do this together in my bedroom.

 ps: hasil obrolan gue dan Mutia akan segera dimuat di keriba-keribo dalam segmen Anomali.

Avatar

Opsi pertama dari cover buku Tunggang Langgang.

ps: buat yang mau bantu berkontribusi kasih cover lainnya, boleh kirim ke kresnoadidh@gmail.com. Nanti semuanya akan gue masukkan di sini. :)

You are using an unsupported browser and things might not work as intended. Please make sure you're using the latest version of Chrome, Firefox, Safari, or Edge.