Avatar

Story Of Sun: Ruang Resah

@suniyahdewi / suniyahdewi.tumblr.com

Desember Membiru
Avatar

Aku masih mencintaimu dengan logika. Mencari tahu segala baik burukmu untuk mendapatkan label pantas. Senantiasa mempelajarimu untuk menemukan alasan mengapa harus memilihmu.

Lelah itu sudah pasti. Mencerna setiap gerakan yang kamu buat. Memastikan setiap tindak yang kau lakukan. Hanya untuk memberi makan logika yang masih di selubungi perihal rasa tak mudah percaya dan ranjau nyaman yang fana.

Ingin menjadikanmu tujuan. Tapi masih banyak yang lalu lalang. Ada banyak tempat pemberhentian. Yang masih ingin ku singgahi dan ku rasakan. Tentang mencintaimu dengan hati, itu masih ku pertimbangkan.

Kau tahu, diriku masih terjebak dalam pusaran badai keraguan. Dan sedang berusaha untuk melarikan diri dari sana. Sedangkan berlari ke arahmu, itu menjadi bagian dari rencanaku. Perihal bagaimana caranya, biar aku yang menyelesaikannya.

Avatar

Aku ingin menjadikanmu tujuan. Tapi jalanku menuju ke sana masihlah terasa suram. Gulita yang menerjang masih belum mampu untuk aku tembus dengan langkah yang biasa.

Ada badai yang masih menghalanginya. Membuat jarak yang begitu kentara. Semakin besar pusaran itu, semakin hanyut dan hilang pula diriku didalamnya.

Ingin aku menggapaimu. Tapi tanganku masih belum mampu. Mencoba meraihmu. Masih juga tak sampai. Apalagi datang dan merengkuhmu. Itu belum dapat aku lakukan.

Rasanya pusaran itu semakin membawaku menjauh darimu. Langkahku terasa berat untuk menuju ke arahmu. Keras. Diikuti sekumpulan debu yang menghalangi pandangan. Membuatku takut untuk melawan sedangkan kamu semakin menjauh tak tertahan.

Lantas bagaimana aku dapat menjadikanmu tujuan sedangkan badai yang dihadapanku saja masih belum dapat aku kendalikan?

Avatar

……

Sudah reda. Kamu bisa berjalan keluar tanpa payung yang terbuka. Masih tersisa rintik gerimis yang mengundang canda. Dan muncul banyak genangan dimana-mana. Tetap perhatikan langkahmu ya, agar tak terjebak di dalamnya!.

Rasakan sinar mentari yang dengan hangat menyentuh setiap inci kulitmu dengan malu-malu. Dan berdansalah dibawah tujuh susunan warna yang meliuk mempesona. Nikmati setiap irama bahagia yang menjalar sampai ke dalam sukma.

Dan perihal hujan yang memeluk erat sang jagat. Ia menjadi ciri bagaimana syahdunya sebuah pertemuan dan tumbuhnya kebersamaan.

Avatar

……

Tentang rindu yang terus berseteru. Menginginkan temu tapi masih tertahan oleh waktu. Sulit bagi diri untuk mengira-ngira. Kapan akan segera berjumpa dan bersama.

Berharap bisa lekas beristirahat. Menepi dari perjalanan panjang yang penat. Dan dibersamakan dengan dia yang taat di saat yang tepat.

Avatar

……

Aku bukan pujangga. Jadi tak perlu terpesona dengan setiap rangkaian kata yang ku buat.

Cukup kau baca dan nikmati saja setiap baris kalimatnya. Tak perlu terburu-buru untuk merasa tersentuh apalagi sampai merasa teduh.

Bila memang mampu menembus ruang rasamu, maka cukup sadari saja perasaan itu. Tak perlu menerka-nerka bahwa itu sengaja dirangkai untuk dirimu.

Tak perlu pula dicerna secara mendalam. Apalagi sampai membuat gaduh ruang pikirmu dan menjadikan sepasang matamu sulit terpejam.

Avatar

……

Mengabaikan fakta bahwa kamu telah bersamanya. Aku disini masih sering menerima dirimu yang datang dan pergi. Bertamu tanpa permisi. Tiba-tiba hadir di beranda hati. Menyapa diriku tanpa rasa bersalah yang kau miliki.

Lelah. Ini sungguh tak menyenangkan. Ruangan sudah usai ku bereskan. Perihal tentangmu sudah selesai ku kemasi. Rindu yang diam-diam menyala, juga sudah ku redam. Lantas mengapa kamu masih senang bergentayangan bak cenayang?

Mengorbit disekitar. Menghidupkan kembali api harapan. Untuk kemudian kau padamkan. Bila kembalimu hanya sekedar untuk basa-basi. Mengajakku untuk bermain-main lagi. Dan menahan diriku agar tak membenci. Maka sebaiknya kau putar arah saja. Karena sepertinya kamu salah alamat.

Avatar

……

Mungkin aku terlalu percaya diri dengan perasaanku. Bahwa kamu tidak akan berpaling dariku. Tapi nyatanya itu keliru.

Seharusnya aku memperhatikan rambu-rambu di sekitar. Supaya tak salah saat meneruskan langkah. Atau sebenarnya aku kesulitan untuk menerjemahkan setiap rambu-rambu itu? Sampai aku tak sadar bahwa tanganmu sudah terlepas dari genggaman.

Avatar

………

Seorang pemikir. Yang punya banyak rencana. Sampai kadang berakhir hanya jadi wacana.

Menuntut sempurna. Memenuhi ekspektasi dalam dirinya. Tapi semesta punya realita. Tuhan punya kehendak yang tak bisa digugat.

Terhadap semua rencana yang sudah tersusun rapi. Harus mengalami revisi di sana-sini. Membuyarkan konsentrasi. Padahal sudah tak cukup lagi energi untuk merekonstruksi.

Betapa pentingnya untuk menyiapkan perbekalan. Membuat banyak opsi. Sehingga cepat menyesuaikan diri. Mengubah mode silih berganti. Supaya tetap dapat terkendali. Dan mengamankan jiwa dari keinginan untuk menghakimi diri sendiri.

Avatar

……

Sudah saling berlaga. Memainkan peran sesuai jalannya skenario dari Sang Sutradara. Namun hasil akhirnya tidaklah sebagaimana yang diinginkan masing-masing pemeran.

Jalan cerita yang masih misteri. Hanya akan menjadi teka-teki kosong bila tak diisi. Sibuk berlaga dengan terus menerka. Episode seperti apa yang akan terjadi selanjutnya?

Drama epik yang epilognya mengandung plot twist. Padahal prolog yang ditawarkan sangat menggugah selera. Sampai di pertengahan cerita justru muncul banyak tanda tanya. Ternyata ending-nya tak sepakat sebagaimana yang tertuang dalam ruang rencana.

Kala diriku menjadi figuran dalam ceritamu. Sedang dirimu adalah pemeran utama bersama dengan diriku dalam ceritaku.
Avatar

……

Hanya ada satu ruangan dan cukup untuk dua orang. Kamu adalah pemiliknya dan sudah berada di dalamnya.

Bila ingin menambah orang, hanya satu saja yang bisa kamu persilakan. Karena memang tak bisa untuk berbagi tempat. Dan kamu akan kesulitan untuk membuat sekat.

Sayang, kamu malah nekad membukakan pintu dan mempersilakan yang lain masuk. Karena tak ingin membuat ruangan itu jadi sempit, ia yang sudah mendiami ruangan itu bersamamu akhirnya memilih untuk pamit. Ia tersenyum penuh keikhlasan, kamu yang akan menyesal kemudian.

You are using an unsupported browser and things might not work as intended. Please make sure you're using the latest version of Chrome, Firefox, Safari, or Edge.