Aku nggak punya anjing, pelihara pun belum pernah. Suatu pagi ada tetangga yang menangis jejeritan karena menemui anjing yang ia rawat sejak kecil hingga dewasa tergeletak di jalan depan rumah akibat tertabrak kendaraan yang lewat.
Sebagai orang yang nggak pernah punya anjing, apa iya pantas andai kukatakan padanya “ya elah anjing doang ampe segitunya, lebay amat, baper amat, berlebihan banget cuma anjing yang mati sampe sebegitu sedihnya”, apa iya?
Coba wanita, ketika kalian marah sungguh-sungguh dengan sebab yang pasti dan bisa disajikan dengan alat bukti yang sah secara hukum, tiba-tiba ada orang menyahut, “oh biasa lagi lebay, paling karena PMS”, gimane?
Padahal di depan mata emang beneran ada manusia bebal yang nyetel musik keras-keras sampai bikin orang sekitar terganggu, ada juga yang beneran marah karena bagian tubuhnya dicolek-colek tanpa persetujuan oleh manusia bedebah, ada juga yang beneran marah karena merasa risih diperlakukan usil berkali-kali. Namun, reaksi yang diterima justru seolah marah kita tidak berarti apa-apa di hadapan orang lain.
Emang ya, dengan adanya kata baper dan lebay perlahan mengikiskan rasa kemanusiaan kita.
Coba perhatikan, orang-orang yang kerap menggunakan kata baper dan lebay untuk memvalidasi tiap salinan kalimatnya yang tanpa diasah otak pasti berkarakter penjilat korporat, tiap jam dua siang badannya udah bau prengus, baru lari 1 kilo sudah menggeh-menggeh, kalau makan mulutnya berisik, dan kalau main excel pasti dominan pake mouse, alias cupu, culun, dan katrok.
“Kalau kerja sama gue jangan baperan”, lah sudah tau dan secara sadar mengetahui kata-katamu rentan menyakiti perasaan orang alih-alih introspeksi diri malah berkilah harus orang lain yang mempersiapkan praktik perlindungan mentalnya sendiri.
Ini teh sama kaya pengendara motor yang sambil merokok menyuruh pengendara lain agar senantiasa disiplin berkendara menggunakan helm fullface dan sarung tangan supanya abunya tidak mengenai mata atau kulit. Pinter banget, kan? Emang.
Kalau ada orang yang tersinggung sama kata-katamu, monggo bisa minta maaf dan introspeksi, bukannya mengontrol orang lain untuk menyingkirkan respon perasaannya atas kata-katamu yang tidak pantas.
Sampai sini paham jingan?
Oke mari kita asumsikan tidak semua orang punya kecerdasan emosional untuk menghargai perasaan orang lain, termasuk atasan-atasanmu yang sebenarnya nggak pinter-pinter amat itu.
Sisanya berarti di kita, mari mulai belajar menjadi manusia.
Dia manusia, kita juga manusia, kemudian tanyakan pada diri sendiri, “mau diperlakukan atas hal yang sama?”
Kook Yeon-soo aja sepakat sama aku.
Aku berterimakasih sekali untuk kalian-kalian yang berhati baik dan selalu baik kepada siapa saja. Dunia ini udah sumpek dan butuh banget banyak kebaikan. Tetap baik meski direndahkan, dihinakan, dipermalukan, dan sebagainya, huhu.
Ditambah pula anak-anak metropolitan ini baru saja lari tunggang-langgang sambil terkencing-kencing sampe menggeh-menggeh menuruni anak tangga dari lantai sekian-sekian. Nggak lucu donk kalau sampai bawah ada security nyaut “lebay banget sih kalian harus lari-lari, santuy aja bosku”.
Tapi tadi emang lucu dan seru sih, hehe.
Yah, semoga proses tersiksa yang harus kita alami berulang-ulang sepanjang hayat ini membawa kebajikan bagi kita.
Semoga acap kali kita menghadirkan kesalahan, kita tetap diberi kesempatan untuk memperbaiki dan jadi lebih baik.
Dan semoga, semua juga akan berbalas kebaikan pada waktunya.
Saya Vino G Bastian, sampai jumpa lain waktu.