shaf

@shafiya / shafiya.tumblr.com

more a reader than a writer
Avatar

Dear Nafs

Ada orang yang ketika ia merasa disakiti, respon pertamanya adalah menyalahkan orang yang menyakiti perasaannya tersebut. Sesegera mungkin lampiaskan dengan menyalahkan orang lain, tanpa sempat merenungkan kesalahannya sendiri. Entah, apakah ia lupa bahwa sebuah gesekan mungkin saja terjadi karena kesalahan dua pihak?

Memang menyalahkan orang lain jauh lebih mudah dibanding mengakui kesalahan diri sendiri.

Wahai jiwa, sependek apapun sumbu emosimu, jangan pernah kau merasa senang menyalahkan orang lain lalu lupa akan khilafmu sendiri. Kelak, besarkan anakmu dengan terbiasa akan muhasabah diri alih-alih pandai mengkritik cela orang lain. Karena di Akhirat, kita dihisab akan amalan kita, bukan amalan orang.

Kairo, 8/7/2021

Avatar

Tentang Decluttering

Bahagia karena merasa cukup, mungkin seperti itu ungkapan perasaanku tiap kali selesai melakukan decluttering. Sejak merantau ke negeri orang, aku mulai rutin memilah dan menyortir barang-barang yang kumiliki, atau bahasa lainnya 'decluttering'.

Sebetulnya kegiatan decluttering ini bukan sesuatu yang baru. Aku ingat ketika kecil dulu setiap aku dan saudaraku dibelikan pakaian baru, umi akan menemani kami memilah isi lemari kami untuk mengeluarkan baju lama yang sudah tidak dipakai lagi. One in, one out. Tanpa sadar, kami telah diajarkan untuk menerapkan konsep paling dasar dalam dunia minimalisme. Nantinya, baju lama itu akan diberi ke orang yang membutuhkan, dilungsurkan ke adik, atau dimanfaatkan menjadi kain lap, tergantung tingkat kelayakan baju tersebut.

Ditambah lagi, selama merantau aku mendapat sebuah mindset baru bahwa aku seorang perantau yang saat ini sedang tinggal di rumah orang, maka cukup menyimpan barang-barang yang kubutuhkan saja, jangan membeli atau menyimpan barang yang tidak dibutuhkan. Termotivasi oleh mindset ini, aku jadi lebih ringan untuk benar-benar mempraktikkan konsep minimalisme dalam memiliki benda.

Dengan memahami statusku sebagai perantau, aku juga jadi lebih memikirkan nasib barang-barang yang kumiliki. Kalau kembali ke Indonesia nanti, apakah benda ini bisa kubawa pulang dengan jatah bagasi yang ada? Berapa biaya kargo yang akan kubutuhkan untuk memulangkan barang-barang yang tersisa? Apakah perabotan-perabotan ini bisa dijual lagi sebelum kembali ke tanah air? Dan seterusnya. Meskipun jadi pusing duluan, memikirkan hal-hal tersebut membantuku untuk tidak menimbun benda-benda yang tidak kubutuhkan.

Bicara kepemilikan benda sebagai seorang muslim, tentu tidak akan lepas dari teladan sifat zuhud yang Rasulullah SAW berikan semasa hidupnya. Dari banyak riwayat yang diceritakan oleh sahabat dan istri-istri beliau, dapat diketahui bahwa barang yang beliau miliki sangatlah sedikit. Isi rumah beliau nyaris tidak ada perabotannya. Beliau tidur beralas pelepah kurma, bersuci dengan bejana yang sama dengan istrinya, minum dengan sebuah cawan air sederhana, dan hanya memiliki sedikit pakaian. Dalam dunia minimalisme, mungkin beliau bisa disebut sebagai seorang extreme minimalist.

Zuhud memang bukan berarti kita hanya boleh memiliki sedikit barang, setiap hari memakai pakaian yang sama tanpa berganti, apalagi sampai berpenampilan kumal. Menurut Ibnu Taimiyyah, zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat. Kebutuhan setiap orang terhadap benda bisa berbeda, maka bentuk realisasi sifat zuhud bagi setiap orang juga tentu berbeda-beda.

Memikirkan bahwa aku hanyalah orang asing di tanah rantau yang nantinya akan kembali ke tanah air, sungguh perumpamaan yang selaras dengan hidup manusia di dunia yang fana. Hidup kita di dunia ini pun sejatinya sekadar singgah, untuk kemudian pulang ke kampung Akhirat yang abadi. Dari sini, untuk hidup dengan sifat zuhud menjadi sangat masuk akal. Dengan logika yang sama dengan perkara rantau-merantau, kupikir hidup dengan memiliki banyak barang yang tidak semuanya bermanfaat bagi kita sangatlah merugikan. Toh kita hidup di dunia hanya sementara, sedang yang kekal sampai Akhirat hanyalah amal.

Belum lagi jika mengingat bahwa hisab seorang manusia di Hari Pembalasan kelak berlaku untuk seluruh rekam hidupnya semasa di dunia, termasuk harta benda yang dimiliki. Dari mana ia memperolehnya, untuk apa benda tersebut digunakan, kenapa menahan benda yang tidak ia manfaatkan, dan sebagainya. Maka kegiatan decluttering bagiku selain untuk menyortir barang, juga untuk 'menghisab' sendiri barang-barang yang kumiliki.

Rutin melakukan decluttering mungkin terasa merepotkan, tapi tetap saja menghisab barang kita sendiri jauh lebih ringan dibanding hisab Allah di Padang Mahsyar kelak. Semoga ikhtiar sortir barang ini bisa menjadi peringan hisab kita nanti, aamiin.

Kairo, 7/5/2021

Avatar

19 (Penutup)

Satu tahun yang hampir seperti tidak ada rasanya karena habis dalam pandemi, tapi justru berjejak dalam sekali.

Tahun ini kulewati hari demi hari mengenali diri, lebih jeli, dengan hati. Aku bahkan tidak tahu apakah aku terkejut ketika sedikit-sedikit personaku tersingkap. Maksudku, aku pernah sekilas menduga-duga. Tak apa, semua ini harus kuterima, baik dan buruknya, semua membentuk aku seutuhnya.

Aku pernah memohon agar bisa memahami, persis seperti aku ingin dipahami. Itulah satu dari banyak hadiah yang kuterima di penghujung usia ke-19 ini. Kau tahu, sebelum kau bisa memahami sekelilingmu, dirimu adalah objek pertama dan utama untuk dipahami. Meski nyatanya hidup tak selalu mengizinkan alurnya berjalan sempurna.

Aku belajar bahwa seramai apapun duniamu, kamu tetap membutuhkan waktumu sendiri. Kita butuh usaha untuk melakukan apapun, termasuk dalam hal memahami. Heningkan semesta untuk mengerti. Menerima keadaan diri dan sekitar, mengakui setulus hati tanpa elak dan tolak.

Dalam menelusuri diri, tidak semuanya hal-hal baik yang kutemukan. Kutemui benci, kutemui amarah, pun egoisme dan kesombongan. Usia mereka bahkan bermacam. Mengakui dan memaafkan diri kemudian yang tersulit. Tapi seluruhnya adalah komponen penting, meski buruk pasti ada hikmahnya.

Kurasa inilah saat ketika manusia bertumbuh.

Ketika kita membuka mata di hadapan keburukan diri juga, tak hanya kebaikannya. Karena, bagaimana kau ingin menjadi baik jika kau tidak tahu mana yang salah darimu?

Tahun ini memang tidak ada pencapaian yang 'wah'. Namun di usia 19 ini, aku (akhirnya) mulai mengenali diriku. Menerima, memaafkan, berdamai. Aku mulai tahu bagaimana menghubungkan diri dengan sekelilingku, bukan lagi menyesuaikan segala hal dengan aku. Bagiku ini justru prestasi yang sangat berharga. Alhamdulillah.

Tapi tetap saja, seperti hal-hal lain, tercapainya sesuatu bukan berarti akhir perjalanan melainkan awal yang baru. Masih mungkin ada ruang-ruang lain yang belum kutemukan dan kutahu isinya. Setidaknya ketika saatnya aku bertemu hal-hal baru dari diriku nanti, aku tahu apa yang akan kulakukan. Apapun rupanya, semoga aku bisa berbesar hati merangkulnya. Untuk saat ini, selamat bertarung di medanmu dengan jiwa yang baru, dear self.

وهو يهدي السبيل.

Kairo, 13/10/2020

Avatar

Untuk Shabrina, Adik Pertamaku

Sebuah surat yang entah kapan bisa Shabrina baca. Kapan sih, jadwal perpulanganmu dari asrama?

Halo adikku, yang Allah hadiahkan untukku persis sesuai permintaanku.

Pernahkah kuceritakan bagaimana aku menginginkanmu dulu? Hampir enam tahun kulalui hidupku sebagai bungsu. Saat tahu umi mengandungmu, aku dan Mas Taqi berlomba-lomba meminta pada Allah: aku ingin adik perempuan, sedang dia ingin adik laki-laki. Setiap kami ingat, kami panjatkan doa-doa terkhusyuk, sembari pasrah doa mana yang Allah terima dari kami berdua.

Saat kamu lahir, aku tidak tahu bagaimana menjelaskan betapa senangnya si gadis berumur lima itu. Adikku perempuan! Aku sayang padamu bahkan sebelum tahu wujudmu, meski jika saat itu kamu lahir sebagai bayi laki-laki.

Aku juga masih ingat bagaimana aku memaksa umi supaya memberimu nama yang sama denganku. Kalau namamu Shabrina, tolong sematkan nama depan dan belakang yang sama dengan namaku. Umi tertawa. Katanya, sudah sempurna dirangkai menjadi Shabrina Azizah. Aku kecewa.

Sekarang, sudah berlalu 14 tahun dari cerita-cerita itu.

Dari dulu, kamu selalu menonjol tak peduli di mana. Kamu yang lucu, wajahmu yang beraksen Cina, kamu yang lincah dan berenergi setara anak laki-laki. Kamu yang dikelilingi banyak orang, semua berlomba melimpahkan perhatian. Bohong kalau kubilang aku tidak pernah iri padamu

Aku baru sadar, kamu selalu jadi topik yang tidak bosan kubicarakan pada teman-teman. Tapi, kamu yang menyebalkan, bukan kamu yang lincah dan lucu. Kamu yang selalu ingin tahu: apapun barangku kamu mau, apapun tindakku kamu tiru. Aku benci sekali, tapi sebetulnya pun sayang sekali padamu. Semoga orang-orang tahu, semua ceritaku itu sesungguhnya tanda sayang, bukan benar-benar benci.

Dari 14 tahun umurmu, sepertinya lebih sedikit tahun-tahun yang kita habiskan bersama. Tapi aku lebih senang begini. Setidaknya aku jadi menyadari kalau saat-saat kita bersama sangat berharga. Juga, aku jadi tahu betapa dalam aku menyayangimu. Sampai-sampai aku tidak hendak kamu mengalami satu pun masa kelamku.

Nikmati setiap proses yang kamu tempuh saat ini. Jangan terburu-buru, jangan juga toleh sini toleh situ, ingat bahwa tiap detik yang kamu lalui sangat berharga. Bahkan ketika kamu memikirkan satu jam yang lalu, selalu ada yang kita sesali, bahwa kita bisa menghabiskannya lebih baik lagi. Jangan biarkan dirimu merasakan banyak penyesalan.

Aku tahu, ribuan kali pun aku katakan "semangat!", tidak akan berpengaruh banyak. Tapi kalau itu yang bisa kulakukan untukmu saat ini, kenapa tidak. Semangat, adikku! Hidup pasti akan semakin sulit, itu karena kamu pun semakin matang dan dewasa. Tidak apa-apa sedih, tapi ingat ada Allah yang tak pernah beranjak meninggalkan kita. Lalu ada umi, abi, dan kakakmu di balik punggungmu, yang siap meraih tanganmu kalau kamu terjatuh :)

Sudah kutitipkan kamu pada Allah, semoga Allah senantiasa mengiringi jalanmu, ke manapun arahnya nanti.

Semoga berkah usiamu, tercapai cita-citamu, bermanfaat keberadaanmu. Aku sayang kamu.

Ditulis pada 7 Juli 2020, saat akhirnya kusadari bahwa yang sulit ditahan selain amarah adalah rindu.

Kairo, 16/8/2020

Avatar
reblogged
Avatar
kwthr58

.

اللهم أكشف عنا البلاء وسيئ الاسقام، اللهم بلغنا شهر رمضان ونحن في أحسن حال واعنا اللهم على صيامه وقيامه 💖🌿

Avatar

Belajar (dari) Memasak

Mungkin aku tidak mahir, tapi aku sedikit memahami esensinya. Memasak itu tidak ada aturannya. Adanya resep alias panduan. Iya, aturan dan panduan itu berbeda, sependek hematku.

Aturan itu strict: kamu tidak boleh itu, hanya boleh ini. Ada hukuman untuk itu, dapat reward untuk ini. Celaka jika lakukan itu, selamat jika patuhi ini. Mudah kan, prinsip aturan ya aturan itu sendiri. Kepurnaan hayatmu, aturan yang menentukan.

Panduan berlainan. Ia lurus menunjuki, tapi bukan masalah kalau dalam upayamu kamu menyerong sedikit. Ia ada saat kamu belum bisa, bantu sampai kamu kuasa. Ingin coba jalanmu sendiri? Just give it a shot. Pada akhirnya kamu sempurna karena pengalamanmu sendiri, bukan resep. Kepurnaan dirimu, panduan sejatinya hanya membantu.

(Dengan analogi ini, aku yakin remaja perempuan akan lebih relate dalam pengalaman memasaknya. Psst, aku suarakan kata hatimu)

Seorang manusia idealnya mampu menempatkan, mana yang akan ia jadikan aturan, mana panduan, kita bebas memilih demi kebaikan hidup masing-masing. Kalau tertukar, risikomu sendiri.

Kairo, 30/5/2020

Avatar

Prasangka dalam Nostalgia

Adegan masa lalu yang selama ini terkenang baik-baik melintasi ruang nostalgia dengan cara berbeda. Memoriku bekerja lebih lama dari biasanya. Plop! Tiba-tiba tumbuh sangkaan-sangkaan buruk, keji menghukumi barang lama tak bersalah.

Jangan-jangan, ini lebih nyata dari sangkaan belaka?

Ah, muncul sangkaan lain. Kenapa membiarkan dirimu dinilai pecundang oleh sangkaanmu sendiri? Tenanglah, itu hanya sangkaan. Sangkaanmu. Maka! Hilangkan!

Kalau begini caramu mengenang masa lalu, cuma-cuma kamu menghabiskan waktu.

Kairo, 29/5/2020

Avatar

Berjuang Sampai Terlihat

Bergumpal awan-awan gendut dan gelap seperti bukan masalah. Memang, dia kuat. Dan cantik. Melihatnya samar saja mampu meriangkan gelisah, membiaskan lelah. Tapi dia ingin jelas. Hai, kulihatmu nyata, sempurna. Terima kasih sudah tersenyum, padahal, sulit, kan?

Sebentar tersenyum, sebentar tersamar, ulang begitu. Tapi lain perkara. Kekuatan itu telah sampai, berpindah. Tajam, terang, meski bukan bintang. Terang, tajam, meski muncul-tenggelam.

Aku belajar (lagi), bahkan di sua kita malam ini.

Kairo, 27/5/2020

Avatar

Cerita Tentang Nama

Aku punya 3 ibu: Pertama, Ibunda Hawa, ibu pertama di bumi manusia, ibu leluhur nun jauh pertalian nasab kami. Kedua, tentu saja ibunda kandungku, yang padan nama dengan rupanya, Umi Purnama. Terakhir nan spesial, ibunda kaum muslimin sedunia, Ibunda Aisyah (semoga ridha Allah tiada putus atasnya).

Orang tuaku meminjam nama 'Ibunda Ketiga' kala aku lahir, menyematkan "Aisyah" padaku kecil. Harap keduanya, Aisyah abad dua puluh satu ini kemudian tumbuh semulia sang Ibunda. Saleh. Sederhana. Tajam pikiran. Periang. Kuat. Berdaya guna sepanjang hayat.

Sekira dua dekade terlampaui, Aisyah II masih tertatih tapaki kefanaan duniawi. Menggenggam bara akidahnya di tengah kejahilan dunia adalah sulit, namun ia adalah seorang Aisyah. Namanya ialah kekuatannya. Namanya ialah motivasinya. Namanya tentulah harap orangtuanya. Semoga Allah mengabulkannya.

Kairo, 15/5/2020

(Dibuat untuk mengingat asal-usul dan tujuan, upaya mentandzir diri jangan sampai terbuai lalai)

Avatar

Indonesia (Belum) Merdeka!

Kami rakyat terkaya, bersekutu atas emas tembaga. Minyak bumi selimpah samudera. Akar batang daun jadi sumber tenaga. Sebutlah binatang apa: badak satu cula, anoa, harimau sumatera, hanya kami yang punya.

Seolah semua rezeki turun untuk kita.

Garis khatulistiwa, cuaca paripurna, alam pun manusia: kami kelimpahan sumber daya!

Tunggu,

ada yang aneh tapi nyata!

Kekayaan kami tiada terasa, harta lenyap diganti bunga tak hingga!

Seperti bukan milik kami, bagaimana rasanya bergelimang tambang dan batu bara bahkan kami tak tahu.

Kata berita, banyak saudara kami mati lapar didera, pun saudari kami ingin mengais rezeki di negeri Mediterania malah mati karena siksa dan perkosa.

Lebih banyak lagi yang mati karena miskin papa, bagai tikus mati di lumbung padi.

Kubilang juga apa: Adakah kita di benak para raja?

Nun di istana sana, sang raja berpesta pora, atas derita kita ia bereuforia. Atas harga yang ia terima hasil menjual negara!

Ah. Memang begitukah penguasa?

Berjuta sial kami jadi rakyatnya. []

Ditulis di kelas puisi, Sekolah Menulis KPMJB pada 13 Oktober 2019 lalu. Not really sure if this deserves to be called a poem..

Avatar

Terima Kasih dan Maaf

"Terima kasih untuk segalanya"
"Maafkan aku karena telah ..."

Kita bisa mengucapkan "terima kasih atas segalanya", tanpa menyebut spesifik hal-hal yang kita syukuri. Namun kita tidak bisa mengucapkan "maaf" tanpa menyebut kesalahan apa yang kita sesali.

Karena terkadang kebaikan tak dapat dilukiskan kata, namun kesalahan sekecil apa pun harus selalu dipertanggungjawabkan.

Kairo, 3/4/2020

Avatar
reblogged
Avatar

Patience

Terhitung sekitar sebulan sejak aku pertama kali memiliki amanah baru: mengajar privat siswa kelas 5 SD. Pernah dengar kalau mengajar adalah cara terbaik untuk belajar? Walau sepertinya agak kurang relevan untuk ceritaku sekarang, tapi mungkin ada sedikit kaitannya.

Aku biasa memahami statement 'you learn when you teach' untuk suatu materi yang sama. Maksudnya gimana? Misalnya saat aku akan menghadapi exam (and i'm so dang lazy to study for exam), lalu ada kawan yang minta dijelaskan materi ujian. Di saat yang sama ketika aku mengajarkan kembali, sesungguhnya aku sedang belajar dengan cara paling efektif, meninggalkan pemahaman terhadap materi tersebut jauh lebih dalam dibanding ketika aku belajar sendiri. That's what i got from the statement.

Tapi this doesn't apply in this case. Kali ini contohnya adalah aku mengajar privat seorang anak kelas 5 SD pelajaran English dan science, yang mana pada saat ini tidak kupelajari di kuliahku. Oke ralat, di jurusanku memang ada matkul English, tapi tentu isi materinya berbeda. Apakah ini berarti aku tidak mendapatkan 'manfaat' (dengan definisi barusan) dari teaching?

Nope, i still get the benefit but in a (very) different form. Sepulang ngajar les semalam, aku merenungi sebuah hal: betapa besar kesabaran yang dimiliki guru-guruku dulu ketika mengajari aku. Bukan hanya guru-guru semasa kecilku, tapi semuanya. Guru-guru TK, SD, sampai SMA. Pasti sangat sulit menghadapi murid bebal sepertiku, apalagi dengan sifatku yang suka asbun ini, hehe.

Aku merenungi hal ini karena semalam, stok sabarku tiba-tiba hilang. Menghadapi seorang anak usia 10 tahun yang aslinya cerdas tapi malas berpikir, aslinya funny tapi seringkali meremehkan materi yang kuajarkan. I've tried really hard untuk bersabar, memaklumi karena he's so much younger than me, memaklumi kesehariannya yang padat dan pasti membuat dia lelah karena terlalu banyak belajar. But, at the end of the day, i lost my patience that night. Yah, tidak semengerikan itu sih (please don't think that awful things happened), but still, i regret. And suddenly i wonder, how can all of my teachers stand me back then? Aku juga seorang murid yang menyulitkan kalau diingat-ingat. I was stubborn, chatty, and lazy as a student.

Dan sepanjang yang bisa kuingat, guru-guruku selalu bisa menyikapiku dengan baik, sangat baik bahkan.

Bagaimana bisa mereka memiliki kesabaran sebesar itu? Bagaimana caranya bisa sesabar mereka? Kenapa aku tidak penyabar? Apakah aku bisa menjadi lebih sabar? Is it possible? Apakah ini karma atas kesulitan yang kuberikan pada guru-guruku dulu? Semua pertanyaan berputar dalam benakku sejak meninggalkan rumah muridku sampai aku duduk di kasurku. Pikiran-pikiran ini membuatku terus terjaga dan merenungi sebuah hal lain: i learn more about patience while teaching this kid.

I maybe not learn more about science and English while teaching them both, but i learn another important lesson. Patience.

Alhamdulillah. Aku pikir, Allah sedang memberiku kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik. Aku tahu Allah sayang padaku (tentu saja karena Allah menyayangi semua hamba-Nya). Ini salah satu bentuknya. More and more hamdalah.

Selesai merenungi hal ini, aku tidak lantas bisa tidur. Aku malah teringat hal lain (rip to overthinking), yaitu betapa tidak sabarnya aku menghadapi adik-adikku dahulu, ketika aku masih diberi kesempatan hidup berdekatan dengan mereka. Semua memori bersama adik-adikku yang kuingat hanyalah ketika aku memarahi mereka. Once again i feel very regretful. Berharap Allah bermurah hati memberiku kesempatan lebih banyak untuk menebus kesalahan-kesalahanku pada mereka.

Kairo, 20/11/2019

Avatar
reblogged

How to study smarter:

So my (very cool) teacher was talking about this in class the other day, made me want to make a post about it.

The image above is adapted from the National Training Lab in Bethel, Maine. It basically shows how much information the average student retains when using certain methods.

Attending a lecture is only 5% and reading the material is only 10%.

Which could be a potential answer imo to why many people spend hours reading stuff and not retain most of it or not do well on tests.

Anything audiovisual increases the percentage of information you’ll likely retain up to 20%, having it demonstrated in front of you gives you 30%. Discussion (which can be done very easily) can make you retain up to 50%, practicing with your own hands means you’ll retain 75% and finally when you teach others you’ll retain a massive 90%.

So how can you implement this into your study routine to retain the most information?

  • Audiovisual: I think this is very easy, YouTube channels like Khan Academy cover almost everything, so go online, find some videos relevant to whatever you’re studying and watch them.
  • Demonstration: This is pretty much your teacher’s job, an example here would be anything related to social or hand skills, in my case interviewing and examining patients. At my school before we interview any patient or examine them my teacher does it first and we carefully observe. So whenever someone is demonstrating something pay full attention. And then if possible practice it (possibly with your friends as a role play) because that’ll increase the percentage of information you retained to 75%
  • Discussion: This is very basic and can be done simply by just reading the material before, preparing questions and engaging in brief discussions with your teacher throughout the lecture. Or if pre reading isn’t your thing just join a study group and discuss everything you’re learning over there.
  • I’ve already talked about practice briefly with demonstration, it’s pretty self explanatory (especially for OSCEs, for all you medstudents)
  • Teaching others: You can volunteer to tutor anyone or just take the lead in your study group. All of my teachers swear by this method. Some even suggest explaining to yourself if you can’t find anyone else but I have never tried it. (or force your family/boyfriend or SO to listen, that’s what I do)

Get creative and make the most of your study sessions, if anyone tries any of these please let me know!!

Avatar

19

Setelah hidup selama hampir dua dekade, baru betul-betul kusadari bahwa satu-satunya hal spesial dari hari 'ulang tahun' adalah doa-doa tulus dari orang-orang terdekat. Setidaknya menjadi penyemangat memperbaharui diri seiring mendekatnya ajal.

Terima kasih untuk doa-doa indah yang terpanjat menyiratkan ketulusan, semoga terkabul bagi yang mendoakan juga. Aamiin.

Sekarang, sudah 19 tahun. Tidak ada lagi waktu bersantai ketika di usia yang sama Mehmed II telah dipercaya sang ayah menggantikannya menjadi Sultan Utsmani. Sedangkan sebaya denganku, Aisyah ra. telah sanggup menjadi rujukan para sahabat setelah wafatnya Nabi saw.

Pasang visi baru, yang lebih besar lagi, yang lebih bermanfaat lagi untuk umat, yang kiranya bisa mengantarkan ke surga. Kata Bu Dini, jangan takut gagal. Kalau visi yang dibuat gagal, tinggal bikin lagi. Toh bermimpi gak bayar.

Kairo, 18/10/2019

Avatar

So Real

O Allah open up our hearts and make us feel how it's so real with You!

Allah, everyday i'll try to be as true as i can to You. 'Cause loving You the best i can will always be my number one and only plan.

The lyrics are so deep and inspiring! I love the feeling that i have to become a better muslim after this. Hope this feeling lasts forever and ever ❤

Song credit:

Avatar

Lesson from Yunus As.

Nabi Yunus as. pernah dirundung masalah besar nan pelik—seperti yang kita ketahui—yaitu dijatuhkan ke laut dari sebuah kapal overload yang nyaris karam di tengah badai, lalu ditelan dan terkurung di dalam perut binatang paus. Lantas apa yang Yunus as. lakukan untuk keluar dari masalah rumit ini?

Mula-mula ia merenung dan mengevaluasi diri. Ya, karena sebelum semua musibah ini terjadi, ia sedang pergi meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah. Marah karena nasihatnya tidak didengarkan. Marah karena dakwahnya diabaikan. Padahal tugas seorang penyeru hanyalah menyeru kepada kebenaran saja, ada yang mendengarkan atau tidak itu urusan Allah. Karena hanya Allah satu-satunya yang mampu membolak-balikkan hati manusia. Maka jika seruan seorang pengemban dakwah tidak didengar, tidak patut ia marah.

Namun Yunus as. merasa kecewa dan marah dengan sikap tak acuh kaumnya dan memutuskan untuk pergi dari kotanya menumpangi sebuah kapal. Tanpa menyadari bahwa secara tidak langsung ia telah merasa dirinya sendiri adalah tuhan, yang mampu membuat manusia menerima hidayah tauhidillah. Na’udzubillah.

Maka ketika ia dirundung tiga kegelapan sekaligus, yaitu gelapnya perut binatang paus, gelapnya dasar samudera, dan gelapnya malam, ia menyadari kesalahannya. Dan inilah munajat memohon ampun yang ia panjatkan tanpa henti pada Allah:

لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين

"Tiada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim." (QS Al-Anbiya: 87)

Perhatikan lafaznya. Pertama-tama ia ‘bersyahadat kembali’, mengakui lagi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Lalu ia mensucikan Allah—yang tiada kezaliman pada-Nya, barulah ia mengakui bahwa dirinyalah yang telah zalim. Maa syaa Allah.

Sama seperti kita, di kala Allah menimpakan kegelapan pada kita, coba renungi, dimana letak kezaliman kita, lalu akui dan minta ampun pada Allah. Tidak hanya cukup di sana. Sembari bertobat dan menunggu pertolongan-Nya, tetapkan rasa sabar dan prasangka baik kita pada Allah.

Karena begitu pula Yunus as., ia tak henti-hentinya bersabar sembari memanjatkan tobatnya. Apa jadinya Yunus as. jika di tengah munajatnya ia hilang kesabaran lalu berhenti berzikir. Bisa jadi binatang paus yang tengah dalam perjalanan mengantarnya ke pesisir pantai, malah kembali putar haluan kembali ke dasar samudera :')

Ingat, adanya kisah dan sejarah, adalah untuk diambil pelajaran darinya. Bukan untuk sekadar dibaca dan dilupakan, apalagi diputar-balikkan.[]

Sebagaimana diceritakan padaku oleh Ustaz Dedy Irawan dalam Training PPA. Barakallahu lahu.

(Tulisan ini kupos ulang karena sebelumnya diunggah sebagai caption di reblog postingan orang lain. Eh, gimana gimana?)

Bogor, 20/10/2017

Pic credit here

You are using an unsupported browser and things might not work as intended. Please make sure you're using the latest version of Chrome, Firefox, Safari, or Edge.