Untuk Shabrina, Adik Pertamaku
Sebuah surat yang entah kapan bisa Shabrina baca. Kapan sih, jadwal perpulanganmu dari asrama?
Halo adikku, yang Allah hadiahkan untukku persis sesuai permintaanku.
Pernahkah kuceritakan bagaimana aku menginginkanmu dulu? Hampir enam tahun kulalui hidupku sebagai bungsu. Saat tahu umi mengandungmu, aku dan Mas Taqi berlomba-lomba meminta pada Allah: aku ingin adik perempuan, sedang dia ingin adik laki-laki. Setiap kami ingat, kami panjatkan doa-doa terkhusyuk, sembari pasrah doa mana yang Allah terima dari kami berdua.
Saat kamu lahir, aku tidak tahu bagaimana menjelaskan betapa senangnya si gadis berumur lima itu. Adikku perempuan! Aku sayang padamu bahkan sebelum tahu wujudmu, meski jika saat itu kamu lahir sebagai bayi laki-laki.
Aku juga masih ingat bagaimana aku memaksa umi supaya memberimu nama yang sama denganku. Kalau namamu Shabrina, tolong sematkan nama depan dan belakang yang sama dengan namaku. Umi tertawa. Katanya, sudah sempurna dirangkai menjadi Shabrina Azizah. Aku kecewa.
Sekarang, sudah berlalu 14 tahun dari cerita-cerita itu.
Dari dulu, kamu selalu menonjol tak peduli di mana. Kamu yang lucu, wajahmu yang beraksen Cina, kamu yang lincah dan berenergi setara anak laki-laki. Kamu yang dikelilingi banyak orang, semua berlomba melimpahkan perhatian. Bohong kalau kubilang aku tidak pernah iri padamu
Aku baru sadar, kamu selalu jadi topik yang tidak bosan kubicarakan pada teman-teman. Tapi, kamu yang menyebalkan, bukan kamu yang lincah dan lucu. Kamu yang selalu ingin tahu: apapun barangku kamu mau, apapun tindakku kamu tiru. Aku benci sekali, tapi sebetulnya pun sayang sekali padamu. Semoga orang-orang tahu, semua ceritaku itu sesungguhnya tanda sayang, bukan benar-benar benci.
Dari 14 tahun umurmu, sepertinya lebih sedikit tahun-tahun yang kita habiskan bersama. Tapi aku lebih senang begini. Setidaknya aku jadi menyadari kalau saat-saat kita bersama sangat berharga. Juga, aku jadi tahu betapa dalam aku menyayangimu. Sampai-sampai aku tidak hendak kamu mengalami satu pun masa kelamku.
Nikmati setiap proses yang kamu tempuh saat ini. Jangan terburu-buru, jangan juga toleh sini toleh situ, ingat bahwa tiap detik yang kamu lalui sangat berharga. Bahkan ketika kamu memikirkan satu jam yang lalu, selalu ada yang kita sesali, bahwa kita bisa menghabiskannya lebih baik lagi. Jangan biarkan dirimu merasakan banyak penyesalan.
Aku tahu, ribuan kali pun aku katakan "semangat!", tidak akan berpengaruh banyak. Tapi kalau itu yang bisa kulakukan untukmu saat ini, kenapa tidak. Semangat, adikku! Hidup pasti akan semakin sulit, itu karena kamu pun semakin matang dan dewasa. Tidak apa-apa sedih, tapi ingat ada Allah yang tak pernah beranjak meninggalkan kita. Lalu ada umi, abi, dan kakakmu di balik punggungmu, yang siap meraih tanganmu kalau kamu terjatuh :)
Sudah kutitipkan kamu pada Allah, semoga Allah senantiasa mengiringi jalanmu, ke manapun arahnya nanti.
Semoga berkah usiamu, tercapai cita-citamu, bermanfaat keberadaanmu. Aku sayang kamu.
Ditulis pada 7 Juli 2020, saat akhirnya kusadari bahwa yang sulit ditahan selain amarah adalah rindu.