Nyatanya memang belum sepenuhnya menerima. Masih ada sepenggal yang belum ditemukan. Lalu, sepenggal yang ada kian rapuh. Ingin melebur bersama hujan yang turun.
-Maharani
@ceritamaharani / ceritamaharani.tumblr.com
Nyatanya memang belum sepenuhnya menerima. Masih ada sepenggal yang belum ditemukan. Lalu, sepenggal yang ada kian rapuh. Ingin melebur bersama hujan yang turun.
-Maharani
Waktu liat jarum yang biasanya takut. Sekarang udah kebal. Disuntik tiap hari mah kalem weee. 🤭
Mudah2an terakhir ya Allah
Aku takut saat aku terlalu banyak menahan—memaksakan perasaan untuk terus memendam. Aku akan menjadi orang tak mudah untuk menangis; aku akan menjadi orang yang sukar untuk merasa. Tetapi di sisi lain, hal yang mengganjal dalam dada terus saja kian tertera. Mengungkung bahagia, membiaskan suka cita.
Aku takut, aku menjadi orang yang tak bisa merasakan apa itu “Rasa.”
— Arief Aumar Purwanto
Kalau ditanya kenapa akhirnya mantap memutuskan yaudah ini yang terakhir. Dia adalah orang yang pada akhirnya setiap ceritaku berlabuh. Nyatanya tidak semudah itu. Nyatanya masih ada banyak hal yang mengganggu disetiap hari yang aku lalui. Aku penasaran, apakah orang yang sebelumnya saling mengenal bisa mengalami hal asing ini? Ataukah ini hanya karena aku tidak begitu mengenalnya? Rasa penasaranku tidak berhenti sampai disitu, beberapa teman aku tanya, gimana rasanya akan menikah? Apakah setiap orang yang akan menikah selalu berhasrat, bersemangat? Ataukah setiap pasangan memang memiliki kegundahan masing-masing?
Seorang teman menjawabku, “kamu ga bakal siap, kalau kamu sendiri ga nyiapin mentalmu. Ga nyiapin perasaanmu.”
Kamu tahu, rasanya bagaimana? Antara bahagia, sedih, atau gundah. Bahkan aku sendiri tak tahu itu perasaan macam apa. Bahkan aku sendiri tak bisa mendeskripsikan bagaimana hatiku saat itu.
Lalu, kenapa tetap diteruskan? Karena ternyata bukan cuma aku yang menikah dengan hati yang terombang-ambing. Mereka diyakinkan sejalan waktu.
Tunggu, poinnya bukan untuk menikah tanpa keyakinan ya. Hanya saja jika kamu sudah siap menikah ternyata ditengah jalan kamu justru menemukan rintangan. Saranku lihat lebih dalam hatimu sendiri. Seberapa kuat rintangan itu untukmu, dan seberapa kuat keinginanmu untuk menikah. Lalu kamu akan bisa memutuskan melangkah maju, atau berbelok. Sebab bila melangkah maju, teka-teki yang akan kamu hadapi akan sama beratnya dengan kamu berbelok atau bahkan berbalik arah. Bedanya, ketika menikah kamu bisa berbagi, namun jika kamu berhenti kamu akan memulai lagi mencari teman bercerita.
Terlalu banyak mengeluhkan tentang apa yang terjadi. Lalu aku cenderung menyalahkan. Mungkin sebenarnya yang salah adalah pilihan-pilihan yang ku buat sendiri? Atau kejadian-kejadian yang sudah digariskan untuk menjadi kepunyaanku?
Lalu aku sekarang hanya bisa berjalan maju bukan? Bukan menyesali yang terjadi kemarin. Sebab kemarin adalah satu yang kupilih untuk terjadi.
Karna untuk memiliki hati yang besar, aku tidak cukup dengan menjadi apa yang kamu inginkan.
Pas lagi bosan sama rutinitas, pas lagi mentok sama pikiran-pikiran yang ada. Lalu sekarang butuh suasana baru, butuh semangat baru dan butuh liburan. Liburannya sih yang penting, hahahaha
Karna jika mudah, tak usah berusaha semua orang bisa melakukannya tanpa usaha.
Maharani
Dua minggu setelah menikah, dan menangggapi kometar teman-teman yang bilang, “akhirnya nikah juga ya.” “akhirnya sebar undangan juga ya.” Gimana perasaan kamu pas orang bilang gitu? Hmmm, mungkin beberapa akan tersinggung, maknanya seolah gue sendiri tidak akan memutuskan menikah atau mungkin akan menikah nanti-nanti.
Sebenarnya sih, kalimat mereka ada benarnya juga. Karena gue ternyata memutuskan untuk menikah tidak 100% karena gue siap menikah. Dan malah 80% gue cuma berharap kebahagiaan orang tua gue aja sih. Terus ada yang nanggepin, ih naif banget lu jadi orang? Nikah aja perkara orang tua. Hidup lu tuh yang memutuskan diri lu sendiri kan. Bukan orang lain. Tapi sadar nggak sih kalau ternyata selama ini juga yang ngurusin hidup kalian tuh bukan cuma kalian sendiri? Tapi ada perannya orang tua yang ngasih masukan ditiap hal. Disadari atau nggak menurut gue orang tua justru akan lebih tau porsi kita dimana. Memang bukan untuk memutuskan, tapi untuk menerima pilihan.
Lalu justru waktu gue lagi cinta sama orang lain, mamah memutuskan untuk mengenalkan gue sama aa (suami gue sekarang). Dan memang orang lain ini tidak pernah aku sebutkan pada keluargaku. Bahkan mungkin yang tau cerita tentang dai hanya tiga-empat orang. Percayalah, setiap orang memiliki tahapannya sendiri untuk berkembang. Dan gue mungkin berkembang dengan cara yang seperti ini.
Dikenalin ke aa juga bukan yang instan kenal langsung berhubungan baik. Karena mungkin sama-sama berusaha pertama kali untuk kenalan. Jadi kesannya dipaksakan. Pertama ketemu kesan gue, buset gue liliput, gede banget ini orang. Kesan kepribadiannya asik sih, dan dewasa. Tapi kesan baik belum tentu meninggalkan rasa yang baik kan. Selepas itu tidak ada komunikasi yang baik. Pernah gue chat aa suatu hari. Dan balasannya datang 3hari setelah itu. Pernah kesel gara-gara hal sesepele itu kan?
Tapi balik lagi, hubungan aa dan keluarganya sama keluarga gue baik banget. Dan setiap gue balik karena waktu itu gue masih di jogja, dia selalu usahain jemput kalau pas lagi di tasik. Dan setelahnya mulai ada komunikasi meskipun cuma sekali dalam sebulan. Ini emang orangnya cuek banget gitu. Dan kalau temen-temen gue nanggepin pasti bilangnya “tumben lu tahan ka.”
Karena pada akhirnya lu bakal tau, lu akan memutuskan memilih dia saat lu bisa mempercayakan hati dan masa depan lu sama dia. Dan, lama kelamaan gue bisa, sedikit demi sedikit gue mempercayakan kalau besok gue bisa hidup sama dia, membangun rumah dan seisinya bareng-bareng.
Yang masi bisa buka tumblr, maukah kita sama sama membela halaman ini? Ahseg. Ramaikan yuk @gincumerah @jagungrebus @hujanmimpi @estehmanistanpagula @kunamaibintangitunamamu @melisalalalaa @a-hap @aksarannyta @kotak-nasi @lookitasari @sendingfailed @crescenthemums @rubahlicik @dwsrkhns tag yang lainnya juga ya, ehe ehe ’-’)/
Selagi bisa, ayo lakukan sama-sama. Give our Tumblr back!!
Apasalah tumblr sih 😭😭
Ketika saya memutuskan esok yang harus dihadapi. Maka, kini harus saya lewati. Bersama derasnya aliran darah, bersama percikan hormon yang kadang kala tak stabil atau bersama sensasi-sensasi nyeri yang kadang menghantui di kepala.
Tapi, dengan menarik napas. Pelan tapi pasti, semuanya bisa dimaklumi. Semuanya bisa dilalui. Dan esok yang pasti tetap akan terjadi.
Hari ini, biarkan aku memilih untuk berjalan. Melangkah dengan menggunakan otot-otot yang kuat. Memilih darah yang merah, untuk mengaliri hari-hari kedepan.
Bersama lembar-lembar takdir yang akan dilalui.
Hai, kamu.
Setelah 4 tahun kebersamaan kita. Iya, satu kenangan yang cukup panjang untuk dijalani bukan? Tunggu, aku disini bukan untuk mengenang. Hanya ingin menyapa saja.
Bukan basa basi menanyakan kabar. Bukan. Bosan kan dengan basa-basi yang itu-itu saja? hehe
Tunggu, tapi bolehlah aku berbasa-basi. Apa kabar kamu? Sebab hari-hari ini aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri. Sebab beberapa bulan ini telah menjadi milik kita masing-masing. Menyimpan cerita masing-masing. Bukankah biasanya kamu mendengarkan celotehku tentang apa yang terjadi seharian?
Bagaimana disana? Ketika kini aku terlampau jauh, seperti otak dan jantung. Bagaimana rasanya? Ketika harap menjadi sedekat darah dan jantung, ternyata terlalu sulit untuk diraih.
Aku pamit pergi. Untuk menjejak hidup yang ada esok hari. Meninggalkan kebersamaan dalam rela. Membiarkan kita menjadi sepotong yang bisa dikenang.
Terimakasih, untuk 4 tahun yang selalu mengerti, selalu memahami. Untuk 4 tahun yang selalu direpotkan dan diganggu satu, dua, tiga atau empat ocehan yang kadang tak jelas.
Bila esok kita bertemu, akankah kita saling bersua dalam kata? Ataukah jangankan sapa, mungkinkah kita saling lupa?
Semoga bahagia selalu menyertai kita.
Dalam sepucuk syahdu
Menulis bersama @rinyaihujan
Indramayu, Januari 2018
Maharani
Maharani
Kau tahu, hanya disini aku bisa mengungkap rindu
Sebanyak udara yang kita hirup seumur hidup
Sebanyak darah yang mengalir
Hanya saja tetap berjalan demikian
Tak menemukan jalan pulang
Detak itu tak lagi dekat
Debar itu terasa menjauh
Lalu darah bahkan bisa jadi terhenti
Sesak
Karna udara bahkan tak sampai
Lalu aku menghela “Haaaah”
Cerita macam apa ini?
Bahkan bayi pun baru menghisap udaranya
Cerita macam apa ini?
Bahkan oksigen terasa habis
Saturasi menurun
Aku tak sadarkan diri
Perlahan dan mulai bermimpi
Entah di dunia mana aku
Mungkin aku sedang bermimpi
Tentang diri yang mencumbu rindu
Atau aku sedang berimajinasi?
Tentang jawaban rindu
Meski berbatas waktu
Sebab hari ini mulai terasa lelah. Akankah satu persatu meluruh?