Ada sesak yang membengkak pada dinding yang telah retak. Lama pernah ku coba sembuh, mengobati rindu dengan segala doaku, mengingat tentang segalamu, dan mencoba menjalankan segala macam wasiatmu. Namun tetap sama, aku tak berubah, dan aku masih saja membeku.
Kini setelah satu tahun kepergianmu, aku masih jauh dari kata sepertimu, bahkan mendekati pun tidak. Aku masih “iya” menjadi bocahmu, yang masih butuh nasehatmu, yang masih perlu teguranmu dan masih sangat butuh bimbinganmu.
Aku takkan minta kepada waktu untuk mengulang, sebab itu hal mustahil yang tidak mungkin dikabulkan. Datanglah dalam mimpiku jika berkenan, aku akan mendengarkan apa yang akan engkau katakan, aku berjanji tidak akan menutup telingaku saat mulai bicaramu, aku berjanji tidak akan menutup pintu dengan keras saat engkau memarahiku atas tingkah laku ku yang salah, aku berjanji tidak akan asyik sendiri bermain gadget, saat engkau khusyuk memperdalam tentang ilmu akhirat, dan aku berjanji akan melakukan apapun yang engkau ajarkan, meski sulit bagiku untuk memahaminya, namun aku berjanji tidak akan menyerah, aku berjanji.
Semoga kini engkau tenang di Surga sana, aku yakin kau melihat apa yang telah aku lakukan selama satu tahun ini tanpamu, dan aku yakin masih belum bisa membuatmu bahagia atas segala perbuatanku. Namun, tetaplah mengawasiku, jangan pernah kau beri waktu senggang saat melihatku. Sebab suatu saat aku akan mengukir senyummu dengan indah, supaya kau lebih tenang di Surga.
Tetaplah beri aku peringatan dari jauh, saat tindakan atau perbuatanku jauh dari harapanmu. Bukankah aku masih bocahmu? Masih berkenankah kau memarahiku?