Avatar

wafiqzuhair

@wafiqzuhair

Mari #MerangkaiAsa dan menjelaskan rasa #AdaSuratDarimu
Avatar

Jika ada seorang pengendara motor yang bocor bannya, lalu tidak jauh dari situ, ada tambal ban yang sedang buka. Maka, siapa yang lebih untung?

Pengendara motor yang tak perlu jauh-jauh mendorong motornya?

Atau pemilik tambal ban karena bagai mendapat 'durian runtuh', mendapatkan rezeki tidak terduga?

Avatar

"Andai waktu itu aku punya uang, pasti bisa langsung ngelamar dia.."

"Andai waktu itu ada dana cukup, pasti bisa bawa Bapak ke rumah sakit. Nggak terlambat, penyakitnya bisa diobati.."

Dan andai-andai lainnya..

Semuanya rasanya akan lebih baik jika kita punya rezeki lebih, punya uang tak terbatas.

Padahal tidak selamanya bisa begitu.

Tahu kenapa perandai-andaian dilarang dalam islam? Mungkin karena keinginan manusia nggak boleh mendahului kehendak Tuhannya.

Apa yang dianggap baik bagi kita, mungkin nggak dianggap baik oleh Allah. Yang kita anggap buruk pun, bisa jadi nggak demikian halnya dengan yang Allah kehendaki.

Kadang kita merasa sombong, lebih tahu dari Allah. Merasa dunia ini akan lebih baik kalau sesuai keinginan kita.

Avatar

MENJAGA TRADISI BAIK

"Hayu minggu besok 'munggahan' yuk." Ajak teman saya beberapa hari yang lalu. Saya mengernyitkan dahi. Kalau dalam bahasa jawa, 'munggah' itu artinya naik. Berati 'munggahan'artinya tanjakan?

Setelah saya cari sana-sini (karena saya tahu teman saya pasti nggak akan memberikan jawaban aslinya). Saya baru tahu, 'munggahan' itu adalah tradisi makan bersama menjelang Bulan Ramadhan.

Memang, selama satu tahun tinggal di tanah sunda. Ada banyak hal yang belum saya tahu. Walau sebetulnya tidak berbeda jauh dengan tanah kelahiran saya.

Saat kuliah di Sumbawa dulu, saya banyak belajar tradisi mereka (walau masih belum khatam semua sih hehe). Karena menurut saya, terlepas dari perdebatan yang kadangkala masih dibahas oleh orang banyak, tradisi suatu daerah selalu menarik untuk dipelajari.

Apalagi, jika mengajarkan nilai-nilai yang baik. Saya tidak akan keberatan melakukannya. Atau bisa jadi, adanya tradisi jadi alasan buat kita untuk melakukan hal-hal baik.

Seperti tradisi 'munggahan' ini. Bisa dijadikan alasan untuk berkumpul dengan teman-teman, atau bersama keluarga yang sudah lama tak berjumpa karena kesibukan (asal jangan lupakan protokol kesehatan ya :).

Apalagi, di saat zaman yang sudah semakin maju, di mana tradisi baik sudah mulai ditinggalkan. Cara terbaik untuk merawatnya adalah dengan menjaganya.

Avatar

Awal Tahun yang Begitu Berat

Perihal Kehilangan tidak pernah mudah, bahkan ketika bukan kita sendiri yang mengalaminya.

Tentang suami yang kehilangan istrinya, tentang ibu yang kehilangan anak-anaknya, tentang anak yang kehilangan kedua orangtuanya. Tentang seseorang yang kehilangan sahabatnya.

Belum sembuh luka yang masih membekas sejak tahun lalu, makin bertambah dengan luka-luka yang baru.

Namun, kita sama-sama percaya, masih banyak orang baik yang bertebaran di negeri ini.

Lebih banyak orang yang berdoa dalam diam daripada yang memanfaatkan keadaan.

Lebih banyak orang yang mengambil pelajaran daripada yang membuatnya menjadi bahan candaan.

Lebih banyak orang yang yakin bahwa ini adalah takdir Tuhan, daripada yang percaya ramalan.

Kita memang tidak bisa menghentikan seseorang agar tak menangis sepanjang malam, tapi kita bisa membisikkan kalimat yang menenangkan, sekaligus melangitkan doa agar mereka selalu dikuatkan.

#blogging #kematian #sj182 #menulis #pengingat #selfreminder #tumblr

Avatar

Yang Selalu Ditunggu

Setiap kali hujan turun, lalu diri terjebak menatap jendela, pikiran samar-samar berkelabat tentang kenangan di masa lalu.

Kala itu, sedang menunggu ibu pulang dari tempat kerjanya. Khawatir sekali rasanya, apalagi jika sampai langit gelap ibu belum juga kelihatan. Bagaimana kalau ibu kehujanan? Atau tidak bisa pulang sampai esok hari, siapa nanti yang akan menyiapkan peralatan sekolah untukku?

Langit kemudian melunak mendengar rintihan anak kecil itu, laju rintiknyaperlahan melambat dan berkurang intensitasnya. 

“Ibu pulang..!!” Sebuah suara dari surga pun terdengar, tak butuh waktu lama bagiku untuk menghambur ke peluknya. Walau sedikit basah karena percikan air, aku tak peduli. “Ibu bawa apa?” Tanyaku melihat satu kresek yang juga ikut basah. Tentu saja ibu membawa payung (yang seharusnya membuatku tak perlu  mengkhawatirkannya). Tapi tetap saja, ibu menunggu hujan agak reda agar tidak terlalu basah. Ibu melempar senyum sambil menyebutkan jajan favoritku, membuatku segera membukanya.

Kejadian itu terus berulang, dengan kejadian dan tokoh  yang sama. Menunggu ibu pulang selalu menjadi bagian favoritku di masa lalu. Melihat senyum ibu hadir di muka pintu seperti menyaksikan bidadari turun dari surga, sama-sama indah dan mendebarkan. Rasa bahagianya jauh melebihi rasa bahagia saat menanti hasil ujian turun, atau menunggu konsol game selesai diperbaiki. Apalagi jika ibu membawa jajanan yang enak-enak, rasa bahagianya jadi berlipat ganda.

Pernah di satu waktu, hujan begitu lama turunnya. Ibu lama sekali tak kunjung datang, aku yang tak kuat menahan kantuk jatuh tertidur di atas sofa, terbawa bersama bau hujan yang menguar dari tanah. Saat membuka mata, ibu sudah berada di rumah. Meski tetap bahagia, tapi tak sama rasanya. Karena tanpa ‘menunggu’,rasa bahagianya jadi berbeda.  

Kini, semakin beranjak dewasa. Tak ada lagi momen-momen seperti itu. Bisa-bisa, saat menunggu ibu pulang justru akan terkena omelannya.

Hei, kamu di mana? Ibu kan sudah bilang, jemput jam 5 sore!  Kok belum datang-datang juga? Ayo cepatt jemput ibuu!!” 

Avatar

Bertahan Atas Pilihan

Dalam memilih, ada dua atau lebih pilihan yang sama-sama harus segera diputuskan. Memilih salah satu, artinya meninggalkan pilihan lainnya. Menentukan salah satu, artinya menanggalkan opsi lainnya. Tapi, begitu sudah dipilih, masalah menjadi selesai.

Bertahan di atas sebuah pilihan tidak semudah itu. Butuh proses yang lebih panjang dan berliku. Saat usai diputuskan, esok-lusa menjadi kewajiban yang harus ditunaikan, jadi beban di pundak yang berkepanjangan.

Boleh jadi, kala bermula, pijakan kita sekuat karang. Namun seiring waktu berjalan, menjadi rapuh bagai daun yang tersapu angin malam.

Butuh komitmen seteguh nahkoda, prinsip setegar baja, dan visi sejelas samudera untuk menghalau godaan yang beraneka rupa.

Karena sejalan dengan hal itu, ada keindahan-keindahan lain yang membuat kita dengan mudahnya berpaling. Menjadi goyah, menjadi berkeinginan untuk berpindah arah.  

Lalu, bagaimana caranya agar tidak mudah berganti haluan?

Cari sebanyak mungkin alasan kenapa harus bertahan.
Avatar

Bergerak Atau Terserak

Setelah sekian senja tidak keluar rumah, rasa-rasanya banyak hal yang berubah. Badan jadi susah bergerak, tubuh seakan jadi tak mau diajak melakukan banyak gerakan. Maunya melakukan ini-itu, ternyata alas tidur lebih punya magnet kuat yang menarik diri untuk kembali rebahan.

Ibarat air yang berdiam, lama-lama jadi tergenang dan memunculkan banyak penyakit. Berbeda dengan air yang bergerak, baik dari hulu ke hilir, atau dari atas ke bawah, yang selalu bisa menghadirkan kehidupan di dalamnya.

Hati juga seakan ikut mati rasa, tak bisa merasakan apa-apa. Hingga takdir membawa diri ke tempat yang paling dihindari akhir-akhir ini, Rumah Sakit.

Tak butuh waktu lama, kejadian demi kejadian seketika itu juga menampar kesadaran diri. Baru saja sampai di lobi IGD Rumah Sakit, sesosok pria paruh baya terbaring lemas tanpa daya. Beberapa luka kecil menghiasi bagian tubuhnya yang lain. Pria itu tewas kecelakaan saat sedang bersepeda. Jika mati dalam keadaan penuh dosa seperti ini, alangkah ruginya!

Kesadaran lain muncul ketika melihat tagihan rumah sakit teman yang melambung tinggi di udara. Sehat itu begitu mahal harganya. Jika tidak bergerak sekarang, mungkin bisa jadi saya yang akan menghuni salah satu kamar di sini selanjutnya!

Kejadian-kejadian yang begitu sederhana, tapi membekas di hati.

Butuh bukan sekedar doa untuk mengetuk pintu langit. Ada ikhtiar bernama usaha, perjuangan, dan semangat pantang menyerah di sana.

Karena jika tidak bergerak, maka akan berakhir dengan terserak.

Avatar

Karena Kita Bukanlah Orang Yang Sama

Sebulan terakhir, empat undangan datang sekaligus. Bahagia membuncah, melihat mereka akan menyempurnakan separuh agamanya untuk dibagi dengan pasangan sehidup sesurga. Keempat-empatnya sama-sama teman baik, walau dari masa yang berbeda. Ada teman SMP, ada teman SMA, dan ada pula teman kuliah.

Semuanya menemukan tulang rusuknya dengan cara yang berbeda, tapi untuk sebuah niat yang sama, yaitu untuk mendapat keridhoan dari Allah semata.

Menikah memang menjadi pembicaraan paling menarik di dunia bagi generasi ‘94-‘97an. Umur mereka sudah ideal untuk menjalani proses itu. Jadi sama sekali bukan permasalahan besar ketika dibahas dan dibicarakan bersama-sama. Apalagi, di tengah pandemi yang sampai sekarang belum berakhir, konsep ‘menikah sederhana tanpa banyak biaya’ menjadi satu hal yang sungguh-sungguh memudahkan. Setidaknya, kesan menikah yang mahal dan memakan biaya banyak bisa dihilangkan sementara ini.

Pertanyaan kapan, kapan, dan kapan pun memenuhi chat dan obrolan dari teman-teman yang lain.

‘Kok ngeshare undangan orang terus? Lha kamu kapan ngeshare undangan sendiri?’ tanya si A.

‘Tunggu apalagi sih? Kan udah kerja, udah ada penghasilan, keburu mahal loh ntar?’ tanya si B.

‘Kirain kamu yang nikah, jadi kapan nih?’ tanya si C.

Pertanyaan-pertanyaan di atas sangat wajar terjadi apalagi mengingat yang menikah adalah teman dekat kita sendiri.  Saya tidak menyalahkan mereka atas pertanyaan itu, justru senang karena artinya mereka peduli dan ingin yang terbaik untuk kita.

Namun, sejujurnya, jauh di hati yang paling dalam. Saya lebih suka dengan pertanyaan,’Habis ini mau ngapain? Apa planning ke depan? Apa saja yang udah direncanain sejauh ini?’

Karena, satu keyakinan yang mestinya dipegang erat, bahwa..

Semua orang pasti ingin menikah, tapi tidak semua orang menjadikan menikah sebagai prioritas utamanya saat ini.

Ada yang ingin fokus dulu dengan studinya, ada yang ingin lanjut S2 di luar negeri dulu, ada yang ingin mengembangkan bisnis dulu, ada yang ingin membahagiakan orangtuanya dulu, ada yang ingin menyelesaikan tanggung jawabnya, ada yang masih punya janji atau utang yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Dan kita sama sekali tidak bisa menyalahkan mereka dengan pilihan-pilihan itu.

Nanti ada yang bilang,”Rezeki ada yang ngatur kok, pasti ada jalannya..” atau “Kan lebih asyik S2 berdua daripada sendirian..” dan pernyataan-pernyataan sejenis lainnya.

Mungkin, memang ada orang-orang yang bersikap demikian, yang butuh orang lain untuk membangun hidupnya Tidak mengapa dan sama sekali bukan masalah besar. Tapi sekali lagi, tidak semua orang bisa disamaratakan.

Jika kita bisa menghargai dan merasa bahagia atas pilihan teman kita yang memutuskan untuk menikah, maka harusnya perlakuan yang sama juga kita berikan kepada pilihan teman kita yang memutuskan untuk tidak menikah (dulu).

Bukannya anti dengan pernikahan, atau tidak percaya bahwa Allah akan menolong kita ketika melakukan ibadah tersebut. Di lubuk hati terdalam pastinya juga ingin. Tapi ada pertimbangan lain yang masih menahan diri, masih menjadikan hal lain sebagai prioritas utama saat ini.

Teringat apa yang disampaikan Ustadz Felix di salah satu kajian ‘Ngaji Jomblo’-nya (recommended buat temen-temen yang mau tahu lebih lanjut tentang seluk beluk pernikahan, dari A sampai Z, bisa ditemukan di Youtube atau Podcast beliau), bahwa persiapan lebih penting daripada akadnya.

Tidak menikah sekarang, bukan berati tidak melakukan persiapan. Seperti seorang tentara yang butuh waktu bertahun-tahun latihan untuk perang yang hanya berlangsung satu-dua minggu, atau pemain bola yang butuh olahraga bertahun-tahun untuk pertandingan yang hanya berlangsung 2 x 45 menit. Butuh persiapan panjang untuk menghadapi kehidupan pasca pernikahan.

Adapun kadar kesiapan orang berbeda-beda dan hanya dia yang tahu sendiri sejauh mana persiapan yang sudah ia lakukan. Jadi jangan lagi berpikiran, ’Kalau nunggu siap ya selamanya gak akan siap-siap’, karena sekali lagi, hanya dia yang tahu sejauh mana persiapannya. (Lagipula kan yang menikah juga kita, dia cuma manas-manasin aja, kalau udah nikah nanti, dia pasti pergi dan gak mungkin bayarin kontrakan kita, iya kan ya?)

Bukankah ikhtiar juga menjadi salah satu perkara yang mengiringi doa untuk mengetuk pintu langit? Maka sudah sepantasnya dilakukan dan tak boleh berhenti sampai Allah menunjukkan jalan. Entah itu cepat, sedang, atau berjalan lambat. Semuanya sudah ada porsinya, karena kita bukanlah orang yang sama.

Pada akhirnya, kita adalah seorang hamba yang mengikuti alur Semesta, baik atau buruk tetap akan menjadi sepercik hikmah yang akan kita terima. 

Selamat berproses bagi yang sedang menjalaninya.

Dan selamat berbahagia bagi yang sebentar lagi akan menggandeng kekasih halalnya.

Avatar
Amigdala di otak laki-laki lebih besar, fungsinya menyalakan rasa takut dan agresi protektif. Itu kenapa sejumlah laki-laki akan berjuang sampai mati untuk mempertahankan orang yang mereka cintai.

Book I : 17

Hal itu pula yang menggerakkan mereka untuk tak berhenti berjuang dan berusaha sekuat tenaga. Sampai keriput datang, hingga otot-otot tak lagi bisa digerakkan. 

Avatar
Kita adalah 'pengacara' yang hebat untuk kesalahan yang kita buat sendiri. dan berubah jadi 'hakim' yang hebat ketika melihat kesalahan orang lain

Paulo Coelho

Mencari pembenaran karena tidak mau dicap buruk. Tapi mencari celah agar orang lain bisa terus disalahkan.

Avatar
Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat. Aku perlu berjalan seiring, bukan digiring.

Dee Lestari

Ada yang baru belajar berjalan dengan tertatih, tapi disuruh cepat-cepat berlari. Bagaimana bisa? Bukannya jadi bisa berjalan, justru membuatnya tersandung, jatuh tersungkur, atau jadi tidak lagi mau belajar berjalan.

Avatar
reblogged

Welome June!

Siap bertransformasi lebih baik lagi yuk, jangan bikin ramadhan sedih melihat kita tidak semakin lebih baik. Boleh di save, semoga bermanfaat

- Shofi Khairina

Avatar

Misalnya, hidup ini mudah, apa-apa serba ada, tanpa usaha. Maka begitu badai hebat menerjang, kita jadi kehilangan cara untuk melawan.

Hidup bukan tentang berjuang, tapi berjuang yang membuat kita hidup.

Avatar

FEAR (Ketakutan) itu ada dua pilihan :

Forget Everything And Run

(Melupakan semuanya dan lari)

atau

Face Everything And Rise

(Menghadapi semuanya dan bangkit!)

Jadi, mana yang kamu pilih?

Avatar

Jika tidak berbenah, bagaimana bisa berubah?

Avatar

"Kita terlatih patah, tapi tertatih untuk kembali melangkah.."

You are using an unsupported browser and things might not work as intended. Please make sure you're using the latest version of Chrome, Firefox, Safari, or Edge.